BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Tenaga kerja merupakan istilah yang identik dengan
istilah personalia atau sumber daya manusia. Oleh karena itu, pengertian tenaga
kerja dapat dilihat secara makro maupun
mikro. Secara makro, tenaga kerja adalah kelompok yang menduduki usia kerja.
Secara mikro , tenaga kerja adalah karyawan atau employee yang mampu memberikan
jasa dalam proses produksi. Dalam suatu
perusahaan sangat di perlukan sumber daya manusia yang mampu membantu proses
produksi hingga proses desain dan inovasi. Bagi para manajer produksi dan
operasi perlu memberikan perhatian penuh terhadap manjemen orang-orangnya.
Karena manjemen produksi dan operasi juga harus bertanggung jawab terhadap
bawahannya.
Dalam lingkungan tenaga kerja, setiap perilakunya
memiliki sifat yang unik sehingga akan berpengaruh terhadap hasil Desain
Pekerjaan yang ada dalam suatu lingkungan bisnis. Perilaku masyarakat merupakan suatu
perilaku terapan yang dibangun atas sumbangan dari sejumlah disiplin prilaku,
seperti yang menonjol yaitu sosiologi, psikologi sosial. Sedangkan yang
menyangkut kepuasan kerja dan pengukuran desain kerja adalah masyarakat, selain
itu diperluas juga mencakup pembelajaran, keefektifan kepemimpinan, kebutuhan
dan kekuatan motivasi, kepribadian, pelatihan, proses pengambilan keputusan,
penilaian kerja, dan desain pekerjaan. Demikian pula desain pekerjaan dan
pengukuran kerja, merupakan hal yang berkaitan dengan menejemen, diharapkan desain
produk dapat menciptakan produktivitas yang memuaskan konsumen, sebagaimana
yang ditetapkan dalam usaha.
Disini pengukuran kerja merupakan
salah satu indikator dari seperangkat kebutuhan manusia dalam organisasi.
Dengan perkataan lain, pengukuran kerja harus menjadi tujuan utama dalam
menciptakan suatu produk, disini juga akan membahas desain kerja dan pengukuran
kerja.
1.2 Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dibahas
pada bagian sebelumnya, maka permasalahan yang dibahas penulis adalah :
Bagaimana
melakukan perancangan dan pengelolaan tenaga kerja dan operasi-operasi
organisasi dalam perusahaan ?
1.3 Tujuan
Agar perusahaan dapat mencapai produktifitas yang
tinggi maka perusahaan perlu memperhatikan perancangan dan pengelolaan tenaga
kerjanya.
BAB 11
PEMBAHASAN
PERANCANGAN
DAN PENGELOLAAN TENAGA KERJA
2.1 Pengertian
Desain Pekerjaan
Desain pekerjaan
dapat didefinisikan sebagai fungsi penetapan kegiatan-kegiatan seorang individu
atau kelompok secara organisasional. Tujuannya adalah adalah untuk mengatur penugasan-penugasan kerja yang
memenuhi kebutuhan-kebutuhan organisasi dan teknologi dan memuaskan kebutuhan-kebutuhan pribadi dan individual
para pembegang jabatan. Pengertin istilah pekerjaan dan bagian-bagian
lainnya dapat di rumuskan sebagai
berikut :
1. Gerak
–mikro (micro-motion) : gerakan-gerakan kerja terkecil mencangkup
gerakan-gerakan elementer seperti meraih, menggenggam, atau meletakkan suatu
obyek.
2. Elemen
: suatu agregasi dua atau lebih gerak-mikro, biasanya danggap lebih kurang
sebagai kesatuan gerak yang lengkap, seperti mengambil, mengangkut, dan
mengatur barang.
3. Tugas
(taks) : suatu agregasi dua atau lebih elemen menjadi kegiatan yang lengkap,
seperti menyapu lantai, memotong pohon, atau memasang kabel telephone.
4. Pekerjaan
(job) : serangkaian tugas-tugas yang harus dilaksanakan oleh seorang pekerja
tertentu. Suatu pekerjaan dapat terdiri dari beberapa tugas, seperti
pengetikan, pengarsipan dan pembuatan konsep surat, dalam pekerjaan sekretariat,
atau hanya terdiri atas tunggal seperti pemasangan roda mobil, dalam perakitan
mobil.
Desain pekerjaan
adalah fungsi kompleks karena hal ini memerlukan pemahaman baik terhadap
veriabel-variabel teknikal maupun variabel-variabel sosial. Bila variabel
tersebut di abaikan maka desain pekerjaan akan menyebabkan kegiatan-kegiatan
yang dilakukan secara tidak efektif dan efesien. Disamping itu, desain
pekerjaan harus menetapkan berbagai faktor yang mempengaruhi struktur pekerjaan
akhir. Keputusan-keputusan harus di buat yang bersangkutan dengan tugas-tugas
apa yang di lakukan, siapa yang melakukan, dimana, kapan , mengapa dan bagamana
tugas tugas di lakukan. Berikut merupakan faktor-faktor dalam desain pekerjaan.
siapa
|
Karakteristik karakteristik mental
dan phisik tenaga kerja
|
Apa
|
Di
mana
|
Bagamana
|
Kapan
|
Tugas-
tugas yang akan dilaksanakan
|
Lokasi
geografik organisasi , lokasi tempat kerja
|
Metoda
pelaksanaan kerja , pengukuran kerja
|
Periode
waktu, waktu kejadian dalam aliran kerja
|
Misi
dan tujuan organisasional, motivasi pekerja
|
Struktur pekerjaan akhir
|
mengapa
|
2.2 Perluasan
Pekerjaan
Sebuah
pekerjaan dapat di buat lebih menarik dengan cara memperluasnya. perluasan
pekerjaan (job enlargement) berarti pekerjaan di perluas secara horizontal,
melalui penambahan lebih banyak tugas yang di berikan kepada karyawan yang
bertujuan untuk meningkatkan variasi pekerjaan dan mengurangi sifat yang membosankan
(monoton) pada pekerjaan. tetapi bukan berarti meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan yang di perlukan untuk melakukan pekerjaan yang telah di perluas.
dalam kasus job anlargement, masalahnya adalah menghentikan spesisialisasi yang
berlebihan, dengan kemungkinan kehilangan sedikit efesiensi, untuk mengurangi
kebosanan dan sifat monoton yang akan membuat para karyawan lebih terpuaskan
dan termotivasi secara efektif.
Dari paparan diatas
dapat di simpulkan bahwa perluasan pekerjaan (job enlargement) adalah perluasan pekerjaan dan tanggung jawab
secara vertikal dan merupakan suatu perubahan yang direncanakan pada
kegiatan-kegiatan pekerjaan untuk memberikan variasi yang lebih besar kepada
seseorang yang memerlukan pengetahuan dan keterampilan lebih. jadi setiap
karyawan di beri kesempatan untuk berpatisipasi dalam perencanaan,
pengorganisasian, dan pengawasan pekerjaan mereka di samping pelaksanaanya.
2.3 Sasaran
Pokok Desain Pekerjaan
Seperti halnya tugas
teknisi produk yaitu merancang produk-produk, pra teknisi industrial dan
penyelina juga merancang pekerjaan-pekerjaan. mereka mempelajari
kebutuhan-kebutuhan operasi dan kemampuan orang-orang dan mesin-mesin serta
mengembangkan pekerjaan-pekerjaan untuk mencapai keseimbangan terbaik yang
mungkin agar dapat “memuaskan” semua faktor-faktor yang relevan.
sasaran-sasaran pokok desain pekerjaan biasanya adalah untuk menghemat tenaga
manusia, menentukan campuran atau kombinasi antara karyawan dan mesin yang
paling ekonomik, dan merancang pekerjaan sehingga dapat di peroleh jumlah
kepuasan yang memadai. selanjutnya, dalam usaha untuk memperbaiki
pekerjaan-pekerjaan dan membuatnya lebih muda bagi para karyawan, analisis
mencoba untuk melakukan tiga hal yaitu :
1.
meghapuskan
gerakan-gerakan manusia sebanyak mungkin
2. mengurangi
gerakan-gerakan yang tidak dapat di hilangkan
3.
membuat gerakan-gerakan
yang di perlukan berkurang efek kelelahannya.
Tetapi
perancangan perusahaan hendaknya tidak memusatkan diri seluruhnya pada
gerakan-gerakan manusia dan mengabaikan kemungkinan-kemungkinan perbaikan
lainnya. suatu gerakan manusia sering tidak dapat di sederhanakan kecuali bila
tempat kerjanya di atur kembali, atau orang tersebut di beri berbagai peralatan
khusus untuk mesin diubah atau bahkan produknya sendiri. studi pekerjaan untuk
meningkatkan produktivitastidak hanya meneliti gerakan-gerakan manusia, tetapi
juga metoda metoda perbaikan lainnya, seperti terlihat dalam gambar (1-1)
studi pekerjaan
|
studi
metoda-metoda dengan pokok masalah perbaikan
|
pengukuran kerja
|
produktivitas lebih besr dan
lebih ekonomik
|
mengembangkan
standart-standart waktu untuk :
pemilihan
metoda yang tepat pengawasan produksi , pengawasan anggaran, perkiraan
biaya upah insentif
|
menngembangkan metoda-metoda lebih
baik
menstandardisasikan metoda yang
paling baik
|
2.4 Masalah Alokasi Tenaga Kerja
Manajemen
produksi seringkali menghadapi masalah-masalah yang berhubungan dengan alokasi
optimal dari berbagai macam sumberdaya yang produktif, terutama tenaga kerja
atau personalia, yang mempunyai tingkat efesiensi berbeda-beda untuk pekerjaan
yang berbeda-beda pula. masalah ini di sebut masalah penugasan (assignment
problem), yang merupakan suatu kasusu khusus dari masalah linier programming
pada umumnya. salah satu teknik pemecahan masalah-masalah penugasan yang
tersedia adalah metoda hungarian,
yang mula-mula di kembangkan oleh seorang ahli matematika berkebangsaan
hungaria bernama D. Konig dalam tahun 1916.
Model-model
penugasan bertujuan untuk mengalokasikan jumlah”sumber daya” untuk sejumlah sama”pekerjaan”
pada biaya total minimum. penugasan di buat atas dasar bahwa setiap sumber daya
harus ditugaskan hanya untuk satu pekerjaan. untuk suatu masalah penugasan n x
n, jumlah penugasan yang mungkin dilakukan sama dengan n! ( n factor) karena
perpasangan satu-satu. bentuk matriks segi empat merupakan cara termuda untuk
menjelaskan masalah ini.
Secara
sistematis, masalah penugasan dapat di nyatakan dalam suatu bentuk linear
programming sebagai berikut :
minimumkan
( maksimumkan) :
dengan batasan-batasan
dan
dengan
keterangan bahwa Cij adalah tetapan yang telah di ketahui.
Masalah
Minimisasi
Agar
lebih jelas, kita ambil contoh pemecahan masalah penugasan suatu perusahaan.
bagian perusahaan mempunyai 3 (jenis) pekerjaan yang berbeda untuk di
selesaikan oleh 3 (tiga karyawan. ketiga karyawan tersebut mempunyai tingkat
keterampilan, pengalaman kerja, latar belakang
pendidikan dan latihan yag berbeda pula. karena sifat pekerjaa dan
kemampuan karyawan berbeda, maka biaya penyelesaian pekerjaan berbeda-beda,
lihat tabel .sebagai contoh A1 dapat menyelesaikan pekerjaan D1 dengan biaya
Rp.20.000,-, pekerja D2 dengan biaya Rp. 27.000,-, dan seterusnya. dalam contoh
masalah penugasan ini ada 3! (3x2x1=6) kemungkinan penugasan. ada beberapa
langka langkah pemecahannya sebagai berikut :
Contoh 1: Ada 3 tenaga kerja
(A1,A2,A3) yang akan ditugaskan pada 3
pekerjaan (D1, D2, D3) dengan
rincian matriks biayanya adalah sebagai
berikut:
Tenaga Kerja
|
Pekerjaan
|
|||
D1
|
D2
|
D3
|
||
A1
|
20
|
27
|
30
|
|
A2
|
10
|
18
|
16
|
|
A3
|
14
|
16
|
12
|
Keterangan: Biaya dalam ribuan!
Langkah 1: Mengubah matriks biaya
menjadi matriks “opportunity cost” yaitu
dengan memilih elemen terkecil pada
setiap baris dari matriks biaya mula-mula
untuk
mengurangi seluruh elemen (bilangan pada setiap baris).
Tenaga
Kerja
|
Pekerjaan
|
||
D1
|
D2
|
D3
|
|
A1
|
0
|
7
|
10
|
A2
|
0
|
8
|
6
|
A3
|
2
|
4
|
0
|
Langkah 2 a :
Memilih bilangan terkecil pada
setiap kolom dalam reduced cost
matrix untuk mengurangi seluruh
bilangan dalam kolom-kolom tersebut
sehingga diperoleh total opportunity
cost matrix
Tenaga
Kerja
|
Pekerjaan
|
||
D1
|
D2
|
D3
|
|
A1
|
0
|
3
|
10
|
A2
|
0
|
4
|
6
|
A3
|
2
|
0
|
0
|
Langkah 2 b:
Test for Optimality (menentukan
apakah penugasan sudah
optimal). Buatlah garis yang
melewati angka nol (horizontal/vertikal).
Usahakan jumlah garis yang dibuat
seminimal mungkin. Jika jumlah garis
minimal = jumlah baris maka
penugasan sudah optimal. Jika belum sama, maka
dilakukan
revisi matriks.
Tenaga Kerja
|
Pekerjaan
|
||||
D1
|
D2
|
D3
|
|||
A1
|
0
|
3
|
10
|
||
A2
|
0
|
4
|
|
||
A3
|
2
|
0
|
0
|
||
Garis
peliput 2
|
Penugasan belum optimal karena
jumlah garis minimal jumlah baris,
sehingga perlu dilakukan revisi
matriks
Langkah 3 a.
Merevisi total opportunity cost
matrix. Angka yang belum dilalui
garis dikurangi dengan angka
terkecil sedangkan angka yang dilalui oleh dua
garis (vertikal-horizontal) atau
pada perpotongan dua garis tambahlah dengan
angka
terkecil tersebut.
Tenaga Kerja
|
Pekerjaan
|
||
D1
|
D2
|
D3
|
|
A1
|
0
|
0
|
7
|
A2
|
0
|
1
|
3
|
A3
|
5
|
0
|
0
|
Langkah 3 b. Test for Optimality
Tenaga Kerja
|
Pekerjaan
|
||
D1
|
D2
|
D3
|
|
A1
|
0
|
0
|
7
|
A2
|
0
|
1
|
3
|
A3
|
5
|
0
|
0
|
Jumlah garis minimal = jumlah baris
≠ solusi penugasan telah optimal
Skedul penugasan adalah sbb:
Skedul penugasan
|
Biaya
|
|
A1 – D1
A2 – D2
A3 – D3
Total biaya
|
Rp. 27.000,-
Rp.10.000,-
Rp 12.000,-
|
|
Rp.49.000,-
|
||
Masalah Maksimasi
Perbedaan
dengan masalah minimasi adalah bahwa dalam masalah maksimasi matriks tidak menunjukkan tingkat
biaya, tetapi menunjukkan tingkat laba (atau indeks produktivitas).
Contoh 2
Ada 4 tenaga kerja (A1,A2,A3, A4)
yang akan ditugaskan pada 4 pekerjaan (D1,D2, D3, D4) .
Karyawan
|
Pekerjaan
|
||||
D1
|
D2
|
D3
|
D4
|
||
A1
|
12
|
14
|
12
|
10
|
|
A2
|
16
|
12
|
11
|
17
|
|
A3
|
11
|
10
|
9
|
10
|
|
A4
|
15
|
17
|
10
|
18
|
Dengan rincian matriks keuntungan adalah
sebagai berikut:
Langkah 1: Mengubah matriks
kombinasi laba menjadi matriks opportunity
loss, yaitu dengan memilih elemen
terbesar pada setiap baris dari matriks
laba mula-mula untuk mengurangi
seluruh elemen (bilangan pada setiap baris).
Karyawan
|
Pekerjaan
|
||||
D1
|
D2
|
D3
|
D4
|
||
A1
|
2
|
0
|
2
|
4
|
|
A2
|
1
|
5
|
6
|
0
|
|
A3
|
0
|
1
|
2
|
1
|
|
A4
|
3
|
1
|
8
|
0
|
Langkah 2:
Meminimumkan opportunity loss untuk
memaksimalkan kontribusi
laba total. Langkah ini dilakukan
melalui pengurangan seluruh bilangan dalam
setiap kolom dengan bilangan
terkecil dari kolom tersebut.
Tenaga kerja
|
Pekerjaan
|
|||
D1
|
D2
|
D3
|
D4
|
|
A1
|
2
|
0
|
0
|
4
|
A2
|
1
|
5
|
4
|
0
|
A3
|
0
|
1
|
0
|
1
|
A4
|
3
|
1
|
6
|
0
|
Langkah 3. Revised total opportunity loss
matrix dan test for optimaly
Karyawan
|
Pekerjaan
|
||||
D1
|
D2
|
D3
|
D4
|
||
A1
|
2
|
0
|
0
|
5
|
|
A2
|
0
|
4
|
3
|
0
|
|
A3
|
0
|
1
|
0
|
2
|
|
A4
|
2
|
0
|
5
|
0
|
Skedul penugasan optimal dan
konstribusi laba total untuk dua alternative penyelesaiannya adalah :
Skedul
penugasan 1
|
Kontribusi
Laba
|
Skedul
Penugasan 2
|
Kontribusi
Laba
|
A1- D1
|
14000
|
A1-A3
|
12000
|
A3
– D3
|
9000
|
A2-D4
|
17000
|
A2-
A1
|
16000
|
A3-D1
|
11000
|
A4-
D4
|
18000
|
A4-D2
|
17000
|
RP 57.000
|
RP
57.000
|
2.5 Pengertian Pengukuran Kerja
Pengukuran
kinerja (performance measurement) adalah suatu proses penilaian kemajuan
pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran yang telah di tentukan sebelumnya,
termasuk informasi atas efisiensi penggunaan sumber daya dalam menghasilkan
barang dan jasa kualitas barang dan jasa (seberapa baik barang dan jasa
diserahkan kepada pelanggan dan sampai seberapa jauh pelanggan terpuaskan).
Whittaker
menjelaskan bahwa pengukuran kinerja merupakan suatu alat manajemen yang
digunakan untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas.
Simons
menyebut bahwa pengukuran kinerja membantu manajer dalam memonitor implementasi
strategi bisnis dengan cara membandingkan antara hasil aktual dengan sasaran
dan tujuan strategis.
Neely
dan kawan-kawannya menggambarkan pengukuran kinerja sebagai proses kuantifikasi
tindakan, di mana pengukuran adalah proses kuantifikasi dan tindakan berkorelasi
dengan kinerja. Mereka mengusulkan bahwa kinerja harus di definisikan sebagai
efisiensi dan efektivitas tindakan, yang mengarah pada definisi berikut:
Ø Pengukuran
kinerja didefinisikan sebagai proses mengukur efisiensi dan efektivitas
tindakan
Ø Pengukuran
kinerja didefinisikan sebagai serangkaian metri k yang di gunakan untuk mengukur
efisiensi dan efektivitas dari suatu tindakan.
Rouse
dan Putterill mendefinisikan pengukuran kinerja sebagai perbandingan hasil
terhadap harapan dengan tujuan tersirat belajar untuk membuat lebih baik.
Dumond
yang menganggap ukuran kinerja yang akan didirikan untuk mendukung pencapaian
tuj uan dengan maksud untuk memotivasi, membimbing dan meningkatkan sebuah
pengambilan keputusan individu.
Stefan
Tangen mengungkapkan bahwa system pengukuran kinerja yang baik adalah
sekumpulan ukuran kinerja yang menyediakan perusahaan dengan informasi yang
berguna, sehingga membantu mengelola, mengontrol, merencanakan, dan
melaksanakan aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan.
2.6 Metode-Metode Pengukuran Kerja
1. The
Balanced Scorecard (BSC).
Sistem
pengukuran kinerja yang paling terkenal yaitu Balanced Scorecard (BSC), di kembangkan
oleh Kaplan dan Norton.
Kaplan
dan Norton mendefinisikan BSC sebagai "sebuah kerangka multidimensi untuk
menggambarkan, pelaksanaan dan strategi pengelolaan pada semua tingkat dengan
menghubungkan suatu perusahaan, melalui struktur logis, tujuan, inisiatif, dan
langkah-langkah untuk strategi organisasi".
BSC
menyediakan pandangan perusahaan organisasi secara keseluruhan performa yang
melengkapi pengukuran kinerja keuangan tradisional dengan key performance
indicator (KPI) di tiga wilayah non-keuangan.
Empat
perspektif dari BSC adalah:
Ø Perspektif
keuangan. Perspektif ini menjawab pertanyaan: "Untuk sukses finansial,
bagaimana kita harus muncul untuk pemegang saham kami?"
Hal ini biasanya
berhubungan dengan profitabilitas. Misalnya diukur dengan Return on Investment
(ROI), Return on Capital Employed (ROCE), dan Economic Value Added (EVA)
Ø Perspektif
Pelanggan. Perspektif ini menjawab pertanyaan: "Untuk mencapai visi kita,
bagaimana kita harus muncul untuk para pelanggan kami?”. Termasuk beberapa inti
atau ukuran gerak generik yang sukses hasil dari perusahaan, seperti kepuasan
pelanggan, dan pangsa pasar di segmen sasaran.
Ø Proses
internal. Dalam perspektif ini, pertanyaan berikut dijawab: "Untuk
memuaskan para pemegang saham dan pelanggan, proses bisnis apa yang harus kita
unggul?". Perspektif ini berfokus pada proses internal yang akan memiliki
dampak terbesar pada kepuasan pelanggan dan pencapaian perspektif keuangan
organisasi.
Ø Pembelajaran
dan Pertumbuhan. Perspektif ini untuk menjawab pertanyaan: "Untuk mencapai
visi kita, bagaimana kita mendukung kemampuan kita untuk mengubah dan
memperbaiki?" Sudah dijawab dalam perspektif ini. Infrastruktur organisasi
harus membangun dan mengelola untuk menciptakan pertumbuhan jangka panjang dan
perbaikan melalui orang, sistem dan prosedur organisasi yang diidentifikasi
dalam perspektif ini .
BSC
bukanlah daftar pengukuran statis, melainkan sebuah kerangka logis untuk
melaksanakan dan menyelaraskan program-program perubahan yang kompleks, dan,
tentu saja, untuk mengelola organisasi yang berfokus pada strategi.
1. Performance
Pyramid System (PPS)
Persyaratan
penting dari suatu sistem pengukuran kinerja adalah bahwa mereka harus menjadi
hubungan yang jelas antara ukuran kinerja pada tingkat hirarkis yang berbeda
dalam perusahaan, sehingga setiap fungsi dan departemen berusaha menuju tujuan
yang sama. Performance Pyramid System (PPS) adalah sebuah sistem yang saling
terkait dari variabel kinerja yang berbeda, yang dikontrol pada tingkat
organisasi yang berbeda. Empat tingkat PPS mewujudkan visi perusahaan,
akuntabilitas dari unit bisnis, dimensi kompetitif untuk sistem operasi bisnis,
dan spesifik kriteria operasional.
Menurut Laitinen,
tujuan dari PPS adalah "untuk link suatu strategi organisasi untuk operasi
dengan menerjemahkan tujuan-tujuan dari atas ke bawah (berdasarkan prioritas
pelanggan) dan pengukuran dari bawah ke atas”. Mereka juga mengident ifikasi
penggunaan PPS dal am konteks umpan balik, di mana ia digunakan secara
eksplisit untuk memantau kinerja organi sasi. Akhirnya, mereka berpendapat
bahwa model ini juga berguna untuk memantau kinerja perusahaan. Ghalayini dan
kawan-kawannya menyatakan bahwa kekuatan utama PPS adalah usahanya untuk
mengintegrasikan tujuan-tujuan perusahaan dengan indikator kinerja operasional.
Namun, pendekatan ini tidak menyediakan mekanisme untuk mengidentifikasi
indikator kinerja kunci/key performance indicator, juga tidak secara eksplisit
mengintegrasikan konsep perbaikan terus-menerus.
2. The
Tableau de Bord (TdB)
The Tableau de Bord (TdB) telah
memperoleh penerimaan luas di seluruh masyarakat bisnis Perancis. The TdB di
perkenalkan di Perancis pada tahun 1930an dan digambarkan sebagai "yang
mirip dengan" dashboard "(yaitu terjemahan harfiah dari" tableau
de bord )” yang digunakan oleh" pilot "(yaitu manajer) untuk
membimbing organisasi untuk tujuan mereka". Pertama kali di kembangkan oleh
para insinyur yang sedang mencari cara untuk meningkatkan proses produksi
mereka dengan pemahaman yang lebih baik sebab-akibat hubungan (hubungan antara
proses tindakan dan kinerja). Prinsip yang sama kemudian diaplikasikan pada
tingkat manajemen puncak, manajer senior untuk memberikan seperangkat indikator
yang memungkinkan mereka untuk memantau perkembangan bisnis, bandingkan dengan
tujuan yang telah di tetapkan, dan mengambil tindakan perbaikan.
Menurut Epstein dan Manzoni, tuj
uan awal ini yang memberi manajer uraian dan langsung pada poin ikhtisar
parameter kunci untuk mendukung pengambilan keputusan - memiliki dua implikasi
penting. Pertama, TdB tidak dapat menjadi dokumen tunggal yang berlaku sama
baik untuk seluruh perusahaan, karena setiap sub-unit dan pada kenyataannya
setiap manajer memiliki tanggung jawab dan objektif yang berbeda, harus ada
satu TdB untuk setiap sub-unit. Kedua, berbagai TdB digunakan dalam perusahaan
tidak boleh terbatas pada indikator-indikator keuangan. Ukuran operasi onal
sering memberikan informasi yang lebih baik mengenai dampak kejadian lokal dan
keputusan, dan dengan demikian pada hubungan sebab-dan-akibat, dari indikator
keuangan secara keseluruhan. Dari asalnya TdB dikandung sebagai sebuah
"penyeimbang" kombinasi keuangan dan non-indikator keuangan dan
banyak penulis telah menekankan perlu menggunakan indikator non-finansial .
Pengembangan TdB melibatkan unit menerjemahkan misi dan visi ke dalam
serangkaian tujuan, dari unit yang mengidentifikasi para Key Succes Factor,
yang kemudian di terjemahkan menjadi seri kuantitatif Key Performance Indicator
(KPI).
Kelemahan terbesar yang mungkin
berasal dari TdB adalah struktur yang tidak terdefinisikan. Karena kurangnya
daerah-daerah kinerja yang telah ditetapkan, ada risiko manajer melaksanakan
TdB dengan seperangkat indikator kinerja yang tidak seimbang dalam hal keuangan
dan non-keuangan, dan terkait dengan efektivitas dan efisiensi.
3. Productivity
Measurement and Enhancement System (ProMES)
Produktivitas sistem
pengukuran dan peningkatan (ProMES) pada awalnya di kembangkan oleh Pritchard.
ProMES adalah metode pembangunan partisipatif untuk sistem manajemen kinerja,
yang di rancang untuk menjadi metode praktis untuk mengukur produktivi tas
organisasi. Pada dasarnya, ProMES adalah formal. Langkah demi langkah proses
yang mengidentifikasi obyektif organisasi, mengembangkan sebuah sistem
pengukuran untuk menilai seberapa baik unit
tujuan pertemuan
mereka, dan mengembangkan sistem umpan balik yang memberi unit personalia dan
manajer informasi tentang bagaimana baik unit kinerja.
Menurut
Pritchard dan kawan-kawannya, ProMES di dasarkan pada teori perilaku kerja.
Motivasi dalam teori ini dipandang sebagai suatu proses alokasi sumber daya di
mana sumber daya adalah waktu dan energi seseorang, yang di alokasikan di
seluruh tindakan atau tugas. Motivational Force/ kekuatan motivasi
didefinisikan sebagai tingkat dimana seseorang percaya bahwa perubahan dalam
kuantitas sumber daya pribadi dalam bentuk waktu dan energi (usaha) yang
ditujukan untuk tindakan yang berbeda (tugas) dari waktu ke waktu akan
mengakibatkan perubahan dalam mengantisipasi kepuasan kebutuhan.
Sistem
ProMES yang dapat di kembangkan dan diimplementasi kan dengan tujuh langkah
berikut:
1. Membentuk
tim desain, yang terdi ri dari orang-orang yang akan diukur, satu atau dua
pengawas, dan satu atau dua fasili t ator yang akrab dengan ProMES.
2. Ident
ifikasi tujuan untuk unit.
3. Untuk
setiap tujuan, mengidentifikasi salah satu ukuran lebih kuantitatif yang
disebut indikator, yang mengukur seberapa baik tujuan-tujuan ini terpenuhi .
Indikator harus sebagian besar di bawah Pendapatan = Hibah dari orang-orang
yang diukur.
4. Menetapkan
kemungkinan. Sebuah kontingensi adalah fungsi yang menentukan berapa banyak
dari sebuah indikator adalah cara baik untuk organisasi .
5. Desain
sistem umpan balik.
6. Beri
kan dan menanggapi umpan balik.
7. Monitor
proyek dari waktu ke waktu dan menyesuaikan diri jika diperlukan.
Kelemahan lain dari ProMES adalah
bahwa indikator tidak selalu harus diimbangi jika tujuan tidak seimbang. Fitur
lain yang menarik dari sistem adalah penggunaan konsistensi. Dengan menggunakan
konsistensi ini, prioritas untuk perbaikan dapat diatur dan juga non-linearitas
dapat di ambil antara indikator dan jumlah kontribusi tingkat indikator untuk
membuat fungsi keseluruhan organisasi . Namun, konsistensi ini membuat sistem
lebih sulit untuk di kembangkan dan lebih banyak usaha yang harus dimasukkan ke
dalam penjelasan sistem. Kelemahan lain dari ProMES adalah bahwa indikator
tidak harus selalu berimbang jika tuj uan tidak seimbang.
4. Activity-based
costing (ABC)
Sebuah
pendekatan baru untuk akuntansi biaya, yang di kenal sebagai activity based costing
(ABC), telah dikembangkan oleh Johnson dan Kaplan pada akhir 1980-an sebagai
upaya menyelesaikan beberapa ketidakmampuan fundamental akuntansi biaya
tradisional. ABC menyangkut dengan biaya kegiatan dalam perusahaan dan hubungan
mereka untuk pembuatan produk tertentu dari pada wilayah fungsional dasar.
Dasar teknik ABC adalah untuk menganalisis biaya tidak langsung dalam
perusahaan dan untuk menemukan kegiatan yang menyebabkan biaya-biaya tersebut.
Kegiatan-kegi atan semacam ini disebut "pengendali biaya" dan dapat
digunakan untuk menerapkan overhead ke produk tertentu. Dengan cara ini,
diyakini bahwa hasil ABC yang lebih akurat identifikasi
biaya dari alokasi
biaya tradisional.
5. Sink
and Tuttle model
Sebuah
pendekatan klasik adalah sebuah sistem pengukuran kinerja Sink and Tuttle model
yang menyatakan bahwa kinerja suatu organisasi adalah saling keterkaitan yang
rumit antara tujuh kriteria kinerja:
1. efektivitas, yang
melibatkan "melakukan hal yang benar, pada saat yang tepat, dengan
kualitas benar": dalam praktiknya, efektivitas dinyatakan sebagai rasio
output aktual ke output yang diharapkan.
2. efisiensi , yang
secara sederhana berarti "melakukan hal-hal yang benar", dan
didefinisikan sebagai rasio sumber daya yang diharapkan dapat dikonsumsi untuk sumber
daya yang benar-benar dikonsumsi.
3. kualitas, di mana
kualitas adalah konsep yang sangat luas untuk membuat istilah lebih nyata,
kualitas di ukur pada enam checkpoints.
4. Produktivitas, yang
didefinisikan sebagai rasio tradisional keluaran ke masukan.
5. Kualitas kehidupan
kerja, yang merupakan kontribusi penting untuk suatu sistem yang berkinerja
baik.
6. Inovasi, yang
merupakan elemen kunci dalam mempertahankan dan meningkatkan kinerja.
7.
Profitabilitas/budgetability, yang merupakan tujuan utama bagi setiap
organisasi.
7.
Theory of Constraints (TOC)
Banyak peneliti menyatakan bahwa
ada kebutuhan untuk membatasi jumlah ukuran kinerja untuk menghindari informasi
yang melimpah. Goldratt mengembangkan suatu pendekatan yang disebut “ Theory of
constraints “ (TOC).
TOC muncul pada pertengahan 1980-an
sebagai suatu proses perbaikan yang berkelanjutan. Peneliti TOC terutama
difokuskan pada perencanaan produksi dan penjadwalan metode, tetapi juga telah
terlibat dalam pengukuran kinerja.
Terdapat
5 langkah berfokus TOC dilakukan dengan cara sebagai beri kut:
(1)
mengidentifikasi kendala sistem.
(2)
memutuskan bagaimana memanfaatkan sistem kendala.
(3)
mengebawahkan segala sesuatu yang lain di atas keputusan.
(4)
meningkatkan sistem kendala.
(5)
ketika sebuah kendala rusak, kembali ke l angkah (1).
Dalam tiga pengukuran kinerja
global TOC digunakan untuk menilai sebuah bisnis kemampuan organisasi untuk
memperoleh tujuan (yakni menghasilkan uang). Pengukuran global ini yaitu laba
bersih, ROI dan cash flow. Penelitian telah menunjukkan bahwa kekuatan utama
dari pendekatan TOC adalah bahwa TOC menyediakan fokus dal am dunia informasi
yang berlebihan. Keuntungan lain adalah bahwa ukuran kinerja dalam TOC adalah
mudah untuk di akses dan mudah untuk di pahami. Namun, TOC masih jauh dari
pengukuran kinerja yang lengkap. Orang bisa berpendapat bahwa TOC
menyederhanakan reali tas agak terl alu jauh, karena TOC mengasumsikan bahwa
selalu ada kendala yang dibaca dalam sistem, yang belum tentu benar.
6. Pendekatan
Historikal
Pendekatan
ini digunakan dalam mengestimasi pelaksanaan kegiatan waktu di waktu yang akan
datang pada umumnya merupakan praktek yang jelek, karena hanya berdasarkan
data-data historik yang sering subyektif, tidak konsisten dan tidak
memeperhatikan “rating factors”, dan penundaan-penundaan (mudah bias). Atas
dasar ini perusahaan sebaiknya menggunakan metode-metode pengukuran yang lebih
formal, dan berdasarkan data-data yang lebih terorganisasi.
7. Metode
Studi Waktu
Metode
ini awal dikemukakan oleh Frederick Taylor dalam tahun 1881 dan kemudian
dikembangkan dengan memasukkan penyesuaian faktor kecepatan atau rating factor.
Metode ini sekarang telah menjadi salah satu teknik yang paling luas digunakan
sebagai dasar pengukuran kerja secara kuantitatif. Pada dasarnya dengan
penggunaan metode studi waktu, seorang analisis mengambil suatu sampel kecil
dari satu kegiatan karyawan dan menggunakannya untuk menentukan suatu standar
bagi organisasi keseluruhan. Peralatan yang dibutukan hanya stopwatch ditambah
kertas dan pensil. Secara ringkas, prosedur penggunaan metode studi waktu
adalah sebagai berikut:
a. Pemilihan
pekerjaan.
Hampir setiap kegiatan
tenaga kerja bersiklus pendek yang berulang-ulang dapat menjadi calon bagi
suatu studi waktu. Tetapi sebagai prasyarat setiap studi adalah bahwa para
supervisor dan karyawan sepenuhnya diberitahu tentang maksud dan prosedur
studi. Analisis harus mengusahakan agar studi dapat dilakukan di bawah kondisi
normal, dan juga memperoleh jaminan bahwa karyawan menggunakan metode-metode terbaik
untuk melakukan pekerjaan. Dalam langkah pertama ini, analisis harus mencatat
rincian pekerjaan yang relevan dan merumuskannya secara tepat dalam bentuk
dasar.
b. Penentuan
jumlah siklus.
Jumlah siklus untuk
mengukur waktu dalam kenyataannya tergantung pada tingkat kepercayaan analisis
bahwa waktu-waktu sampel adalah representatif untuk waktu-waktu on the job
nyata. Bila setiap waktu operator bervariasi dari satu siklus ke siklus
berikutnya, analisis harus mengukur waktu berbagai siklus secukupnya untuk
mendapatkan estimasi waktu rata-rata yang valid. Besarnya sampel dapat dihitung
dari pemahaman distribusi waktu, dan rumusnya adalah:
n=Z2[ni∑x2-(∑x)2
h2(∑x)2
dimana ni =besarnya sampel pendahuluan
x =waktu-waktu yang dicatat oleh stopwatch
h =setengah interval ketelitian (sebagai
contoh 5%, maka h=0,05)
Z =deviasi standar normal untuk
tingkat kepercayaan yang diinginkan (sebagai contoh untuk 68,3%, ni=1,
untuk 9,5%, x=2, dan untuk 99,7%, ni=3),
Bial n kurang dari ni,
besarnya sampel pendahuluan adalah cukup bila n lebih besar , maka harus
diambil sampel yang lebih besar. Jadi dalam hal ini analis perlu ,mengambil
sampel pendahuluan yang besarnya ni, tetapi banyaknya bagan-bagan
dan grafik yang telah tersedia biasanya membuat hal ini tidak diperlukan.
c. Perhitungan
waktru siklus rata-rata (CT)
Sebelum waktu-waktu
seluruh siklus dirata-rata, kejadian-kejadian atau unsur-unsur yang tidak
bersifat pengulangan dan tidak biasa, seperti terjadinya kerusakan mesin,
pemogokan, dan sebagainya, harus dihilangkan dan tidak dimasukkan dalam
perhitungan. Waktu siklus rata-rata dapat dihitung:
CT=
Waktu siklus rata-rata
yang telah disesuaikan sering disebut sebagai waktu terpilih atau waktu
pengoperasian terpilih (selected operating time=SOT).
d. Perhitungan
waktu normal
Untuk membuat waktu
terpilih dapat diterapkan untuk semua karyawan, suatu ukuran kecepatan atau
“rating facton (RF)” harus masuk untuk menormalkan pekerjaan. Aplikasi RF
tertentu pada waktu terpilih disebut waktu normal. Jadi, bila karyawan yang
teliti bekerja lebih cepat daripada karyawan rata-rata misal, pada kecepatan
110% waktu yang akan dikalikan dengan 1,10 agar waktu normal sebagai hasilnya
akan lebih lama dan masih dapat berfungsi sebagai standar bagi karyawan
rata-rata. Dalam bentuk persamaan,
NT=CT (RF)
Bila karyawan diteliti
untuk suatu periode waktu dan memproduksi sejumlah unit produk selama waktu
itu, maka bentuk persamaan waktu normal menjadi:
NT=
xRF
e. Perhitungan
waktu standart
Waktu standar diperoleh
melalui pemahaman waktu normal dengan cadangan-cadangan untuk
kebutuhan-kebutuhan pribadi, penundaan-penundaan kerja yang tidak dapat
dihindarkan (kerusakan peralatan, kekurangan bahan mentah) dan kelelahan
karyawan (fisik atau mental).
Dua persamaan untuk
menghitung waktu standar adalah:
ST=NT(1+waktu cadangan)
dan
ST=
atau ST=
Persamaan (1) adalah
paling sering digunakan dalam praktek. Akan tetapi bila cadangan-cadangan
dihitung sebagai persentase dari periode kerja total atau waktu on the job
total, dan bukan sebagai persentase dari waktu bekerj, maka persamaan (2)
adalah yang benar.
Di samping itu,
cadangan-cadangan khusus, misal 10 sampai 15%, sering dinegosiasikan dalam
“collective bergaining agreement”. Walaupun pendekatan relatif ilmiah untuk
menetukan cadangan-cadangan kelelahan telah dikembangkan, hampir semua
perusahaan masih menetapkan cadangan-cadangan atas dasar pengalaman dan
observasi subyektif.
2.7 Teknik-Teknik Pengukuran Kerja
Secara
lebih terperinci teknik-teknik pengukuran kerja dapat digunakan untuk
maksud-maksud sebagai berikut:
a. Mengevaluasi
pelaksanaan kerja karyawan
Ini dilakukan melalui
pembandingan keluaran nyata selama periode waktu tertentu dengan keluaran
standart yang ditentukan dari pengukuran
kerja.
b. Merencanakan
kebutuhan tenaga kerja
Untuk
setiap tingkat keluaran tertentu di waktu yang akan datang, pengukuran kerja
dapat digunakan untuk menentukan berapa banyak masukan tenaga kerja yang
diperlukan.
c. Menentukan
tingkat kapasitas
Untuk suatu tingkat
tertentu tenaga kerja dan peralatan yang tersedia, standar-standar pengukran
kerja dapat digunakan untuk menentukan tingkat kapasitas yang harus tersedia.
d. Menentukan
harga atau biaya suatu produk
Berbagai standar tenaga
kerja yang didapatkan melalui pengukuran kerja adalah salah satu unsur sistem
penentuan harga atau biaya. Dalam banyak organisasi, keberhasilan dalam
penetapan harga produk adalah krusial bagi kelangsungan bisnisnya. Kegiatan ini
sangat tergantung pada pengukuran kerja bila biaya merupakan basis untuk
penerapan harga.
e. Memperbandingkan
metode-metode kerja
Bila berbagai metode
yang berbeda untuk suatu pekerjaan sedang dipertimbangkan, pengukuran kerja
dapat memberikan dasar pembandingan ekonomik metode-metode. Hal ini merupakan
esensi manajemen ilmiah dalam menemukan metode terbaik atas dasar studi waktu
dan gerak yang teliti.
f. Memudahkan
scheduling operasi-operasi
Salah satu masukan data
untuk semua sistem scheduling adalah estimasi waktu kegiatan-kegiatan kerja.
Estimasi-estimasi ini diperoleh dari pengukuran kerja.
g. Menetapkan
upah insentif
Dengan upah insentif,
pada karyawan menerima pembayaran lebih untuk keluaran yang lebih besar.
Standar waktu melatar belakangi rencana-rencana insentif ini dengan menentukan
keluaran 100 persen.
Data
Standar
Penggunaan data standar mencakup
konsep tentang bank data. Suatu system data standar merupakan table-tabel yang
berisi waktu pelaksanaan operasi-operasi yang umum digunakan dalam berbagai
aplikasi. Data waktu dalam setiap table pada umumnya merupakan catatan waktu
tunggal yang meringkas analisis lebih terperinci yang didapat dari studi waktu.
Sebagai contoh, suatu data standar mungkin berisi data yang diperlukan untuk
member lubang berbagai ukuran pada suatu bahan tertentu. Bila suatu standar
diperlukan untuk suatu operasi pemboran, data standar dapat digunakan untuk
mengestimasi waktu yang diperlukan. Dengan data standar perusahaan tidak perlu
mengukur setiap tipe operasipemboran yang berbeda, tetapi hanya serangkaian
standar operasi pemboran dimasukkan dalam bank data dan rumusan-rumusan atau
grafik-grafik disediakan untuk kondisi-kondisi lain yang kurang lebih sama.
Data standar diperoleh baik dari
studi waktu dengan stop-watch ataupun predetermined-time-data. Data standar
lebih dikenal untuk pengukuran tenaga kerja langsung, karena sejumlah besar
standar dapat diperoleh dari sekumpulan data-data kecil. Secara khusus, setiap
perusahaan akan mengembangkan system data standarnya sendiri.
Sistem-sistem data standar mempunyai
beberapa kebaikan seperti halnya predetermined data, yakni data dapat digunakan
untuk keperluan studi operasi-operasi baru dan akurat dapat dijamin melalui
penggunaan yang terus-menerus dan perbaikan data, serta tidak memerlukan
stopwatch.
Predetermined
Time Data
Metode penetatapan standar-standar
karyawan ketiga adalah dengan menggunakan data waktu yang telah ditetapkan
sebelumnya. Metode ini berdasarkan atas gagasan bahwa semua pekerjaan dapat
diperinci menjadi serangkaian gerakan dasar. Waktu dapat ditentukan untuk
setiap gerakan dasar dengan peralatan stopwatch atau gambar-gambar gerakan
untuk meciptakan suatu bank data waktu. Dengan menggunakan bank data waktu
standar dapat ditetapkan bagi setiap pekerjaan yang mencakup gerakan-gerakan
dasar tersebut. Jadi, pekerjaan yang akan diukur waktu standarnya diperinci
menjadi unsur-unsur gerakan dasar yang waktu masing-masing gerakan telah
diketahui (dipublikasikan). Waktu-waktu setiap unsur kemudian ditambahkan
sehingga besarnya waktu total untuk pekerjaan tersebut dapat ditentukan.
Predetermined time data didasarkan atas tiga asumsi :
1. Bahwa
waktu yang diperluakan oleh banyak individu untuk melaksanakan unsur pekerjaan
yang sama akan mendekati distribusi normal.
2. Bahwa
waktu yang diperlukan untuk pelaksanaan unsur-unsur yang terpisah adalah
bersifat dapat ditambahkan; ini berarti bahwa waktu yang diperlukan untuk
menyelesaikan pekerjaan secara keseluruhan merupakan hasil penambahan
waktu-waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan masing-masing unsur pekerjaan
yang terpisah.
3. Bahwa
analisis studi waktu mempunyai kemampuan untuk menggambarkan secara akurat
prosedur untuk melakukan pekerjaan, memerinci pekerjaan menjadi unsur-unsur
yang tepat, dan mengetahui mengetahui derajat kesulitan masing-masing unsur
sehingga dapat menentukan waktu cadangan kelelahan secara tepat.
Prosedur
yang digunakan untuk menetapkan suatu standar dari predetermined time data
adalah sebagai berikut. Pertama, setiap unsur pekerjaan diperinci menjadi
gerakan-gerakan dasar. Kemudian setiap gerakan dinilai derajat kesulitannya.
Sebagai contoh, meraih suatu objek
dilokasi yang berbeda-beda adalah lebih sulit dan lebih memakan waktu daripada
meraih suatu objek dilokasi yang tetap. Setelah waktu yang diperlukan untuk
setiap gerakan dasar ditentukan dari table-tabel predetermined time waktu-waktu
gerakan dasar dijumlahkan untuk memperoleh waktu normal total.
Cadangan-cadangan kemudian dimasukkan untuk mendapatkan waktu standar.
Kebaikan
system ini adalah, bahwa perusahaan tidak memerlukan penilaian atau penggunaan
stopwatch dan juga sering lebih murah. Penilaian-penilaian atas dasar sejumlah
besar observasi pada orang-orang berbeda, telah disusul dalam table-tabel.
Bagaimanapun
juga, ada beberapa kelemahan penggunaan metode predetermined time. Pertama
tenaga kerja disuatu lokasi tertentu belum tentu sama dengan populasi tenaga
kerja darimana data yang telah ditetapkan sebelumnya diperoleh. Kedua, untuk
menetapkan waktu standar, analisis harus merinci pekerjaan menjadi unsur-unsur
dan mengidentifikasinya secara tepat. Analisis berbeda akan mengartikan
pekerjaan secara berbeda dan mengembangkan deskripsi gerakan-gerakan dasar yang
berbeda, dan sebagai konsekuensi memperoleh waktu-waktu yang berbeda. Ketiga,
pada setiap unsur analis harus menilai derajat kesulitan pelaksanaanya,
sehingga sering menghasilkan berbagai variai standar untuk suatu pekerjaan yang
sama.
Dalam
praktek banyak perusahaan menggnakan baik analisis predetermined time data
maupun studi waktu stopwatch dan memperbandingkan hasil-hasilnya. Untuk
merencanakan operasi-operasi, perusahan dapat menggunakan predetermined time
data dan selanjutnya dengan studi waktu setelah operasi-operasi berjalan dan
para karyawan telah menjadi berpengalaman. Disamping itu, ada beberapa
pekerjaan yang tidak sesuai dengan kerangka system predetermined time. Sebagai
contoh, pekerjaan-pekerjaan yang bersifat sangat tidak rutin. Standar-standar
pekerjaan-pekerjaan ini masih harus ditetapkan dengan studi waktu.
Work
Sampling
Pengembangan work sampling merupakan
suatu kemajuan utama dalam teknik-teknik penetapan berbagai standar tenaga
kerja. Metod ini diperkenalkan oleh L.H.C Tippett tahun 1934 untuk meneliti
kegiatan-kegiatan dala industry kapas. Work sampling terdiri atas pengambilan
observasi-observasi para pekerja secara acak untuk menentukan proporsi waktu
yang mereka gunakan dalam kegiatan-kegiatan tertentu. Metode ini terutama
berguna untuk menganalisis kegiatan-kegiatan kelompok, kegiatan yang berulang,
dan memakan waktu yang relative lama untuk menyelesaikannya, dan kegiatan yang
tidak dibatasi secara kaku. Setelah data dari work sampling tersedia, dapat
digunakan untuk analisis metode-metode atau analisis biaya seperti halnya untuk
tujuan-tujuan penetapan standar.
Prosedur penggunaan metode work
sampling secara ringkas dapatdiperinci sebagai berikut:
1. Memilih
pekerjaan atau kelompok kegiatan yang teliti, dan menguraikan operasioperasinya
secara tertulis.
2. Memberi
tahu para pekerja, dan menyiapkan daftar kegiatan-kegiatan mereka.
3. Menentukan
jumlah observasi yang diperlukan, dan menyiapkan skedul pelaksanaan observasi.
4. Melakukan
observasi, menilai dan mencatat kegiatan-kegiatan pekerja per skedul.
5. Mencatat
waktu mulai, waktu berhenti(selesai) dan jumlah unit-unit selesai yang dapat
diterima selama periode tersebut.
6. Menghitung
waktu normal:
7. Menghitung
waktu standar:
ST = NT + Waktu cadangan
Atau
Diskusi dengan para karyawan akan
sangat membantu dalam penggambaran pola aliran pekerjaan dan pengklasifikasian
kegiatan-kegiatan kerja. Kerjasama ini juga dapat meningkatkan partisipasi para
karyawan dalam penetapan standar-standar dan pencapaian sukses operasionalnya.
Besarnya sampel untuk
work sampling. Besarnya sampel yang diperlukan untuk
suatu studi work sampling ditentukan atas dasar teori statistic yang sama
seperti digunakan untuk studi waktu. Ini berarti kita mencari besarnya sampel (sample size), n, yang akan akurat dalam
kerangka ketetapan tertentu(missal,
±2 %) pada tingakt kepercayaan (level of
confidence) yang diinginkan (missal, 95%).
Besarnya sampel dihitung melalui
penyusunan suatu persamaan dimana setengah interval ketetapan (h) sama dengan
setengah kelebaran interval kepercayaan, yang merupakan deviasi standar normal,
Z, dikalikan kesalahan standar dari proporsi, Sp, jadi :
h = Z Sp
dimana
Z = deviasi standar normal untuk tingkat kepercayaan yang diinginkan.
Dengan p = nilai proporsi sampel
q = 1 –
p
n =
jumlah sampel
sehingga
h =
dan n =
dalam hal ini, ada perbedaan antara
perhitungan besarnya sampel untuk work sampling dan untuk studi waktu. Studi
work sampling menghasilkan waktu dalam bentuk proporsi, sedangkan studi waktu
menghasilkan waktu yang dapat diukur . jadi, distribusi statistik yang sesuai untuk work
sampling adalah suatu distribusi proporsi(attributes), sedangkan untuk studi
waktu adalah distribusi variable(mean).
2.8 Manajemen Produktivitas
Masyarakat sering menilai
keberhasilan para manajer produksi dan operasi dari produktivitas perusahaan
mereka. Peningkatan produktivitas secara esensial adalah misi para manajer produksi dan operasi. Peter Drucker
menyataka, “Produktivitas adalah tes pertama kemampuan manajemen”.
Untuk menaikkan produktivitas, para
manajer, teknisi dan karyawan semua harus memproduksi lebih banyak keluaran
(nilai rupiah dan/atau unit produk dan unit jasa) dari setiap unit masukan.
Mereka harus memproduksi lebih banyak keluaran dari setiap jam tenaga kerja
yang digunakan, dan setiap rupiah investasi modal, dari setiap unit bahan
mentah dari setiap unit energi
yang dikonsumsi dalam produksi. Jadi, produktivitas dapat didfinisikan sebagai
hubungan antara masukan dan keluaran suatu system produktif. Dalam teori,
sering mudah untuk mengukur hubungan ini sebagai rasio keluaran dibagi masukan.
Bila lebih banyak keluaran diproduksi dengan jumlah masukan digunakan untuk
sejumlah keluaran sama, produktivitas juga naik. Berikut ini akan dibahas lebih
terperinci pengukuran produktivitas.
Pengukuran
Produktivias
Ada pepatah yang mengatakan, “bila
saudara tidak dapat mengukurnya, saudaratidak dapat mengelolanya”. Ini benar
terutama pada produktivitas. Tetapi, dalam praktek, salah satu masalah paling
berat dalam manajemen produktivitas adalah justru pengukuran.
Perusahaan-perusahaan tampaknya telah mempunyai suatu metalitas akuntansi
rupiah sehingga sulit untuk mendapatkan mereka berpikir lebih dalam istilah produktivitas yang lain daripada
laba, return on investment, dan rasio-rasio finansial lainnya yang benar-benar
mengukur produktivitas relative investasi modal dalam pabrik, peralatan, dan
persediaan.
Bagaimanapun juga, tidak peduli
dengan cara bagaimana produktifitas diukur, yang penting adalah bahwa
produktifitas diukur dan dimonitor, agar manajemen dapat menentukan arahnya,
naik atau turun; dapat membandingkan produktivitas organisasinya dengan para pesaing
(biasanya dengan data yang disuplay oleh asosiasi) dan mengukur dampak
program-program perbaikan produktivitas atau pengurangan biaya yang mereka
lakukan.
Pengukuran produktifitas dapat dapat
dilakukan dengan bermacam-macam ukuran, baik pada tingkat perusahaan maupun
unit-unit atau kegiatan-kegiatan individual. Beberapa contoh ukuran-ukuran
produktivitas tingkat perusahaan adalah:
Sedangkan
beberapa contoh ukuran-ukuran produktivitas untuk unit-unit kegiatan-kegiatan
individual adalah:
Ada tiga prinsipyang harus diikuti
dalam pengukuran produktivitas pada tingkat-tingkat lebih rendah dalam
perusahaan. Pertama, para manajer departemen harus diminta untuk mengembangkan
ukuran-ukurannya sendiri, barangkali dengan bantuan staf. Para manajer
departemen lini harus menetapkan ukuran-ukuran, karena komitmen manajerial
diperlukan dan para manajer lini yang bertanggung jawab sering mengetahui yang
paling baik tentang cara untuk mengukur keluaran dan masukan untuk unit-unit
mereka. Kedua, bahwa rasio-rasio produktivitas sedapat mungkin harus dikaitkan
dengan semua tanggung jawab pekerjaan. Dalam berbagai kasus, hal ini mungkin
memerlukan rangkaian beberapa rasio produktivitas atau rasio keseluruhan
tertimbang. Apapun rasio yang dirumuskan, seharusnya menyajikan suatu ukuran
yang sesuai dengan pekerjaan total. Ketiga, bahwa semua pengukuran
produktivitas hendaknya dihubungkan dalam suatu pola hirarki. Untuk menjaga
konsistensi rasio tingkat atas dan bawah, para manajer departemen seharusnya
tidak menetapkan rasionya sendiri sampai rasio yang tingkat lebih tinggi telah
ditentukan. Akhirnya, tanggung jawab peningkatan produktivitas masing-masing
unit perusahaan harus dihubungkan dengan tujuan-tujuan perusahaan.
Pemasaran operasi personalia
Dept. A Dept. B Dept. C Dept. D
Factor-faktor
yang Mempengaruhi Produktivitas
Pengukuran produktivitas hanya
merupakan langkah pertama dalam peningkatan produktivitas. Langkah kedua adalah
pemahaman terhadap factor-faktor yang mempengaruhi produktivitas dan memilih
factor-faktor peningkatan yang sesuai dengan situasi tertentu.
Kita tidak akan membicarakan
factor-faktor ini karena hal itu dibahas secara lebih gembalang dalam
bidang-bidang lain, baik dari sudut pandangan keperilakuan, ekonomi atau
teknik. Tetapi beberapa factor tersebut harus disebut, yaitu mencakup kondisi
fisik pekerjaan, derajat otomatisasi yang digunakan, layout, desain pekerjaan,
keterampilan dan motivasi karyawan, serta pengupahan dan paket “benefit” yang
disediakan.
Program-program
Peningkatan Produktivitas
Untuk mempertahankan atau
meningkatkan produktivitas, banyak organisasi telah mengembangkan
program-program peningkatan produktivitas. Ada beberapa hal penting pada
umumnya harus diikuti perusahaan agar program peningkatan produktivitas
berhasil, yaitu pengukuran produktivitas, komitmen organisasional, dan umpa
balik atas hasil-hasil yang dicapai. Langkah-langkah untuk mencapainya adalah
sebagai berikut:
1. Mengembangkan
ukuran-ukuran produktivitas pada seluruh tingkat organisasi.
2. Menetapkan
tujuan-tujuan peningkatan produktivitas dalam konteks ukuran-ukuran yang
ditetapkan. Tujuan-tujuan produktivitas ini hendaknya realistic dan mempunyai
batasan waktu.
3. Mengembangkan
rencana-rencana untuk mencapai tujuan-tujuan.
4. Mengimplementasikan
rencana.
5. Mengukur
hasil-hasil. Langkah ini akan memerlukan pengumpulan data dan penilaian
kemajuan periodic dalam pencapaian tujuan yang ditetapkan pada langkah 2. Bila
peningkatan produktivitas tidak tercapai, tindakan korektif akan diperlukan
atau tujuan harus direvisi untuk disesuaikan dengan perubahan kondisi.
Banyak
perusahaan mengimplementasikan program-program peningkatan produktivitas dengan
program partisipatif yang berwujud komite-komite manajemen karyawan. Ini tidak
hanya bermaksud untuk mengurangi berbagai bentuk kompetisi manajemen serikat
kerja, tetapi bila manajemen mendapatkan kenaikan produktivitas, perusahaan
membagi penghematan biaya dengan karyawan dalam bentuk pembayaran insentif dan
“benefit” lainnya. Komite-komite ini tidak hanya melakukan bagian
kegiatan-kegiatan, “collective bargaining” normal antara serikat kerja dan
manajemen, tetapi juga bersangkutan dengan masalah-masalah pencarian cara-cara
untuk meningkatkan produktivitas.
Beberapa
persyaratan yang harus dipenuhi gar program-program peningkatan produktivitas
tipe partisipative ini sukses adalah sebagai berikut:
1. Dukungan
manajemen puncak. Pertama, program memerlukan keterlibatan dan kepentingan
aktif manajemen.
2. Komitmen
dengan implementasi. Kedua, para anggota komite akan, pada akhirnya, harus
mengimplementasikan segala sesuatu yang akan menghasilkan peningkatan
produktivitas. Mereka hendaknya tidak melakukan nya sebagai anggota komite
tetapi sebagai kepala departemennya sendiri atau karyawan dalam suatu
departemen.
3. Monitoring
pelaksanaan peningkatan, produktivitas. Ketiga, setelah tujuan-tujuan program
ditetapkan, laporan-laporan dibuat tentang apa yang dilakukan dan
pembandingan-pembandingan dibuat terhadap tujuan-tujuan. Pembandingan ini harus
dibuat dalam seluruh bidang sumber daya yang digunakan tenaga kerja, mein dan
peralatan, energy, penggunaan bahan mentah dan penghematan-penghematan biaya.
4. Apresiasi
produktivitas. Keempat, komite-komite produktivitas membantu untuk mengembangkan
suatu iklim dimana orang-orang akan menghargai masikan-masukan sumber daya dan
belajar bagaimana mengurangi biaya-biaya.
5. Organisasi
komite. Akhirnya, komite produktivitas tingkat atas jangan melakukan semuanya
ini oleh mereka sendiri; setiap komite harus diberi tugas untuk menetapkan
rencana dan memonitori hasil-hasil.
Sedangkan metode-metode
yang dapat digunakan untuk meningkatkan produktivitas dikelompokkan menjadi
empat kategori umum :
1. Perbaikan-perbaikan
produk dan proses
2. Perbaikan-perbaikan
pekerjaan
3. Metode-metode
motivasi karyawan
4. Perubahan
organisasional
2.9 Pengelolaan Tenaga Kerja Dalam Operasi-Operasi
Tujuan
utama dalam pengelolaan tenaga kerja ialah meningktkan produktifitas. Selain
itu tujuan-tujuan lain yang mencakup tujuan operasi yaitu biaya,kualitas
produk, keandalan dan fleksibilitas. Dalam hal ini tujuan pengelolaan tenaga
kerja bukan untuk memaksimumkan “performance”, tetapi mengoptimalkan
pelakasanaan pekerjaan. Hebert Simon menyebutnya dengan “satisficing”, atau
mencapai perforna yang maksimal dan memuaskan.
Prinsip-prinsip
yang perlu diperhatikan dalam memanajemen tenaga kerja, yaitu :
1. Memudahkan
karyawan dan pekerjaan. Prinsip ini mengandung arti bahwa orang-orang harus
dipilih berdasarkan perbedaan karakteristik dan prioritas penggunaan sumber
daya manusianya.
2. Menetapkan
standar-standar pelaksanaan kerja. Standarisasi pelakasanaan kerja harus
ditetapkan terlebih dahulu untuk semua pekerjaan, selain itu agar para karyawan
mengetahui tanggung jawab yang harus dilakukannya.
3. Memberikan
penghargaan atas prestasi kerja. Bila standarisasi telah ditetapkan, manajemen
perlu memberikan penghargaan kepada karyawan yang telah mencapai ataupun
melebihi standar yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Penghargaan yang bisa
diberikan yaitu seperti pujian, kenaikan gaji, bonus, status, promosi dan
sebagainya.
4. Menjamin
supervisi yang baik. Tidak ada yang
mendasar dari karyawan daripada supervisi yang
baik. Seorang supervisor yang baik seharusnya mempunyai keterampilan
dibidang teknologi dan manajerial.
5. Merumuskan
secara jelas tanggungjawab karyawan. Bila tanggungjawab pekerjaan karyawan
tidak jelas dan sering berubah-ubah, maka kualitas pekerjaan tidak bisa
maksimal dan tidak sesuai dengan harapan. Selain itu bisa menyebabkan konflik
antar individu karena adanya miskomunikasi antar karyawan.
Prinsip-prinsip
diatas tidak menetapkan suatu prosedur untuk melakukan pengelolaan tenaga
kerja, tetapi dimaksudkan untuk memberikan pedoman atau gambaran apa saja yang
harus dilakukan dalam pengelolaan tenaga kerja. Dan prinsip ini bisa
dikembangkan sesuai dengan kebutuhan yang ada dilapangan.
Manajemen
Tenaga Kerja Jepang
Ciri utama dalam
manajemen tenaga kerja jepang yaitu adalah sistem “mempekerjakan karyawan selama seumur hidup (lifelong employment)”.
Hal ini membuktikan adanya komitmen yang besar antara perusahaan dengan
karyawan. Bila ada karyawan tidak produktif mereka tidak ada kenaikan gaji dari
perusahaan. Begitu juga sebaliknya, manajemen perusahaan juga harus mengetahui
mana saja karyawan yang harus dibantu dalam melaksanakan pekerjaannya, karena
perusahaan tidak dapat seenaknya sendiri mengganti karyawan yang tidak mampu
dalam melaksanakan tugas pekerjaannya tetapi manajer perusahaan juga punya
kebijakan mengijinkan para karyawan perusahaannya menambah ilmu pengetahuan
yang dimilikinya. Sistem “mempekerjakan
karyawan selama seumur hidup (lifelong employment)” mempunyai kelebihan
yaitu, pertama sistem ini mejamin kontinyuitas tenaga kerja dan mendorong para
karyawan menjadi lebih parsitipatif didalam melakukan perkerjaan dan sistem
manajemen di perusahaan tersebut, kedua karyawan merasa lebih aman kedudukannya
dan nyaman dalam melakukan pekerjaannya karena mereka mempunyai sikap lebih
positif terhadap pembaharuan dan penggunaan teknologi terbaru.
Ciri
utama dalam manajemen tenaga kerja jepang yaitu “gagasan pendidikan dan pelatihan yang kontinyu”. Meskipun
rata-rata pendidikan para karyawan sudah tinggi, tetapi setiap karyawan yang
memasuki perusahaan, mereka tetap wajib melakukan masa pendidikan dasar selama
2 (dua) bulan sampai dengan 2 (dua) tahun. Pendidikan dasar ini dilanjutkan
setiap jenjang karir, baik pendidikan tambahan maupun sistem rotasi dari divisi
satu ke divisi lain. Selain itu, setiap karyawan masuk didalam kelompok atau
“circle” biasanya melakukan diskusi secara bersama dan yang dibahas adalah hal-hal
yang berhubungan dengan pekerjaan-pekerjaan mereka. Kelompok-kelompok yang
dijalankan oleh perusahaan ini dibentuk oleh karyawan itu sendiri, bukannya
dari manajerial perusahaan tersebut. Dengan cara ini, pandangan karyawan bisa
diperluas dan mereka mendapatkan ilmu dari divisi lain yang belum mereka dapat,
selain itu kelompok-kelompok yang diciptakan ini bisa membantu terciptanya
Integritas perusahaan.
Ciri
lain manajemen tenaga kerja adalah “cara
membuat keputusan dari bawah ke atas”. Hal ini dilakukan pada saat diskusi
tidak resmi tingkat manajer menengah pada waktu-waktu tertentu, bukan pada
waktu jam kerja. Hal yang dibicarakan adalah fakta yang ada dilapangan serta
sikap masing-masing karyawan dengan menghindari pendapat-pendapat individual.
Setelah pendapat-pendapat tersebut dikumpulkan menjadi satu dan didiskusikan,
munculah gagasan atau ide dari kelompok, maka gagasan atau ide inilah yang
menjadi keputusan kelompok, bukannya keputusan individual.
Ciri
selanjutnya yaitu, “hubungan serasi antar
karyawan dan pimpinan”, contoh yang paling sederhana ialah, atasan
memperhatikan karyawannya yang mempunyai masalah pribadi, tidak dibedakan
antara atasan maupun bawahan, komunikasi intern didalam perusahaan sangat
terbuka, baik komunikasi vertikal maupun horizontal. Ini membuat para karyawan
dan atasan tidak ada bentang jarak yang terpaut jauh karena adanya perbedaan
jabatan.
Cara
ini bisa digunakan dalam perusahaan-perusahaan yang ada di indonesia tetapi
dengan sedikit penyesuaian manajemen yang diperusahaan terrsebut.
3.0 Masalah Kompensasi
Kompensasi merupakan pemberian
pembayaran finansial untuk prestasi yang telah diraih oleh seorang karyawan dan
sebagai motivasi yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawan supaya lebih
giat untuk bekerja. Masalah kompensasi menjadi masalah klasik yang dihadapi
oleh seorang manajer diperusahaan sedangkan pemberian kompensasi sudah ada
undang-undang yang mengatu, mengapa ?, karena hal ini mencakup berberapa aspek
dari segala bidang, mulai dari faktor
emosional dari sudut pandang para karyawan. Selain itu pemberian kompensasi
merupakan komponen kuangan yang paling besar dan penting.
Didalam
pemberian imbalan atas prestasi yang diraih oleh seorang karyawan,
perusahaan harus memperhatikan dari
berberapa aspek, mulai dari aspek keadilan, perbedaan tanggung jawab, kemampuan
karyawan, pengetahuan yang dimiliki oleh karyawan, beban kerja, dan
produktifitas yang dilakukan oleh karyawan tersebut. Perbedaan-perbedaan inilah
yang dapat menimbulkan ketidakpuasan yang diterima oleh karyawan.
Rencana-rencana
Upah Insentif
Ada
berberapa rencana yang dapat dilakukan manajemen dalam menciptakan rencana upah
insentif yaitu :
Tipe Rencana
|
Metode Pembayaran yang digunakan
|
1.
Atas
dasar waktu
|
Upah harian atau perjam,
pengupahan langsung.
|
2.
Tingkat
hasil kerja
|
Jam standar, tingkat hasil
pekerjaan
|
3.
Pemberian
bonus
|
Bonus 100%, Halsey plan, Rowan
plan, Grant task dan bonus plan, hari kerja yang diukur.
|
4.
Pembayaran
tidak langsung
|
Bonus tahunan, rencana pensiun
yang diberikan oleh perusahaan, distribusi saham, pembagian laba (profit
sharing), pembayaran asuransi, cuti, liburan
|
Rencana atas
dasar waktu. Rencana ini didasarkan pada pembayaran
karyawan secara langsung (per jam, harian atau mingguan) yang satuannya
dihitung dari jam kerja karyawan itu sendiri. Ex: bila upah kerja karyawan itu perjamnya adalah Rp.5000,- dan
karyawan tersebut bekerja selama 48 jam selama satu minggu , maka karyawan itu
mendapatkan gaji sebesar 48 x Rp.5.000.- atau jumlahnya yaitu Rp.240.000 pada
akhir minggu.
Atas dasar unit
keluaran. Dalam hal ini, gaji karyawan akan
dihitung dari prestasi kerja atau dalam hal ini adalah unit yang bisa
diselesaikan. Ex: bila upah karyawan itu
adalah Rp.500,- per unit barang yang dikerjakan dan karyawan tersebut bisa
mengerjakan 500 unit barang yang bisa dikerjakan, maka upah yang diterima oleh
karyawab tersebut sebesar 500 x Rp.500,- atau jumlahnya Rp.25.000 perharinya.
Jam standar.
Perencanaan pengupahan atas jam standar adalah perencanaan yang paling sering
digunakan dalam sistem pengupahan. Setiap pekerjaan yang dilakukan, perusahaan
mempunyai dasar waktu yang telah ditentukan. Jika bisa diselesaikan sebelum
waktu ditentukan, maka karyawan itu mendapatkan upah yang lebih besar. Para
karyawan mungkin tidak sama dalam melakukukan pekerjaannya. Pada akhir
periode/akhir bulan jam total akan dikali upah yang telah ditentukan oleh
perusahaan. Salah satu kelebihan utama dari jam standar yaitu, adanya
kemungkinan perbedaan penghitungan perkaryawan seperti pengalaman, lama
karyawan di perusahaan itu dan sebagainya.
Pembagian
keuntungan atau bonus. Rencana dalam kategori
ini menjamin upah dasar dan membagi kelebihan antara perusahaan dan karyawan.:
·
Halsey plan,
yang menjamin upah dasar dan membagi sama besar 50-50 atau 1/3-2/3 antara
perusahaan dan karyawan.
·
Rowan plan, hampir
sama dengan hasley plan, tetapi ada perbedaan dalam hal pembayaran pada tingkat
menurun dan mempunyai batasan atas dua kali tingkat standar.
·
Ganatt
task dan bonus plan, pada
sistem ini upah karyawan sangat minimum, dengan bonus 20-50 % untuk prestasi
yang telah didapatkan, tetapi rencana ini sudah jarang digunakan.
·
Hari
kerja yang diukur, adalah hampir dengan rencana-rencana
diatas, tetapi perbedaan utama dalam pengukuran yaitu satu sampai tiga bulan.
Diposisi karyawan, rencana ini lebih menguntungkan karena pembayaran upah lebih
konstan, dan berberapa pekerjaan yang jelek selama berberapa periode bisa
diperbaiki.
·
Rencana-rencana
upah minimun. pada sistem ini pembayaran
didasarkan piece rate, yaitu penghitungan upah yang berbeda-beda.
·
Pembayaran
tidak langsung. Pada sistem ini, bentuk pembayaran
yang diberikan perusahaan berupa liburan ekstra, premi asuransi yang dibayar perusahaan.
3.1 Keamanan Dan Kesehatan Karyawan
Yang
paling terpenting dalam manajemen operasional yaitu memperhatikan, kondisi
karyawan yang lebih sehat dan aman dan manajemen bertanggung jawab atas
kegiatan tersebut terutama perusahaan-perusahaan yang mempunyai tingkat
kecelakaan yang tinggi.
Dizaman modern ini, banyak
perusahaan yang sudah memiliki tim paramedis (dokter, perawan dan klinik
kesehatan) yang sudah memadahi untuk mengelola kesehatan karyawan. Disini
manajer bidang industri bertanggung jawab atas keselamatan para karyawan, dan
juga untuk menghindari kecelakaan kerja mulai sekarang banyak perusahaan yang
menggunakan staf teknisi keamanan dari luar, seperti penjaminan keselamatan
kerja (asuransi)
Program-program
keaman dan keselamatan karywan dapat dilakukan berbagai cara, yaitu:
1. Pertama, membuat
kondisi kerja aman dengan cara membeli penggunaan
mesin yang sudah dilengkapi dengan pengaman, mengatur layout pabrik yang nyaman
dan aman untuk karyawan, pemeliharaan fasilitas pabrik, dan menggunakan SOP
penggunaan mesin atau alat.
2. Kedua, melakukan
kegiatan-kegiatan pencegahan kecelakaan dengan mengendalikan praktek-praktek
manusia yang tidak aman. Pencegahan ini dapat
dilakukan dengan cara, sering melakukan simulasi dan seminar tentang
keselamatan kerja.
3. Ketiga, menciptakan
lingkungan kerja yang sehat untuk menjaga kesehatan para karyawan dari
gangguan-gangguan pengelihatan, pendengaran dan lain-lain. Penciptaan
lingkungan kerja yang sehat, secara tidak langsung, akan mempertahankan bahkan
meningkatkan produktifitas kerja.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Desain
pekerjaan dapat didefinisaikan sebagai fungsi penetapan kegiatan-kegiatan
seorang individu atau kelompok secara organisasional. Desain kerja juga merupakan sebuah pendekatan yang menetapkan tugas-tugas
yang terkandung dalam suatu pekerjaan bagi
sesorang atau sebuah kelompok
Terdapat
beberapa komponen desain kerja yaitu: spesialisasi pekerjaan, ekspansi
pekerjaan, komponen psikologis, tim yang mandiri, motivasi dan sistem insentif,
ergonomi dan metode kerja, dan tempat kerja yang visual.
Pengukuran
kinerja (performance measurement) adalah suatu proses penilaian kemajuan
pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran yang telah di tentukan sebelumnya,
termasuk informasi atas efisiensi penggunaan sumber daya dalam menghasilkan
barang dan jasa kualitas barang dan jasa (seberapa baik barang dan jasa
diserahkan kepada pelanggan dan sampai seberapa jauh pelanggan terpuaskan). Dalam hal ini, melakukan pengukuran juga menggunakan
beberapa metode-metode di antaranya (BSC, PPS, TdB, ProMES, ABC, STM, TOC,
Historikal dan Studi Waktu), dan juga menggunakan teknik-teknik dalam melakukan
pengukuran kerja.
Operasi setiap perusahaan disebut efisiensi
atau tidak biasanya didasarkan atas lama waktu untuk membuat suatu produk atau
melaksanakan suatu pelayanan (jasa).
Pernyataan
khusus tentang jumlah waktu yang harus digunakan nutuk melaksanakan kegiatan
tertentu dibawah kondisi kerja normal ini sering disebut standar tenaga kerja (labor standards).
Standar pekerja
ditetapkan dengan empat cara: Pengalaman masa lalu (historical
experience), Studi waktu (time studies), Standar waktu yang telah ditentukan (predetermited time standards), Pengambilan sampel
kerja (work sampling)
3.2 Saran
1.
Bagi para pembaca diharapkan mencari sumber-sumber
yang lebih lengkap mengenai topic ini supaya pengetahuan pembaca lebih luas.
2.
Pembaca tentunya juga diharapkan mampu termotivasi dan
mempraktekan apa yang dibahas di makalah ini.
3.
Bagi para penulis berikutnya yang akan mengangkat tema
yang sama dianjurkan untuk mencari sumber yang lebih banyak agar makalah yang
dihasilkan lebih bagus lagi.
DAFTAR RUJUKAN
Handoko, T. Hani. 2011. Dasar-Dasar
Manajemen Produksi Dan Operasi. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar