Jumat, 06 Maret 2015

Desain Pekerjaan Dan Pengukuran Kerja

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
Tenaga kerja merupakan istilah yang identik dengan istilah personalia atau sumber daya manusia. Oleh karena itu, pengertian tenaga  kerja dapat dilihat secara makro maupun mikro. Secara makro, tenaga kerja adalah kelompok yang menduduki usia kerja. Secara mikro , tenaga kerja adalah karyawan atau employee yang mampu memberikan jasa dalam proses produksi.  Dalam suatu perusahaan sangat di perlukan sumber daya manusia yang mampu membantu proses produksi hingga proses desain dan inovasi. Bagi para manajer produksi dan operasi perlu memberikan perhatian penuh terhadap manjemen orang-orangnya. Karena manjemen produksi dan operasi juga harus bertanggung jawab terhadap bawahannya.
Dalam  lingkungan tenaga kerja, setiap perilakunya memiliki sifat yang unik sehingga akan berpengaruh terhadap hasil Desain Pekerjaan yang ada dalam suatu lingkungan bisnis. Perilaku masyarakat merupakan suatu perilaku terapan yang dibangun atas sumbangan dari sejumlah disiplin prilaku, seperti yang menonjol yaitu sosiologi, psikologi sosial. Sedangkan yang menyangkut kepuasan kerja dan pengukuran desain kerja adalah masyarakat, selain itu diperluas juga mencakup pembelajaran, keefektifan kepemimpinan, kebutuhan dan kekuatan motivasi, kepribadian, pelatihan, proses pengambilan keputusan, penilaian kerja, dan desain pekerjaan. Demikian pula desain pekerjaan dan pengukuran kerja, merupakan hal yang berkaitan dengan menejemen, diharapkan desain produk dapat menciptakan produktivitas yang memuaskan konsumen, sebagaimana yang ditetapkan dalam usaha.
Disini pengukuran kerja merupakan salah satu indikator dari seperangkat kebutuhan manusia dalam organisasi. Dengan perkataan lain, pengukuran kerja harus menjadi tujuan utama dalam menciptakan suatu produk, disini juga akan membahas desain kerja dan pengukuran kerja.
1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan  latar belakang masalah yang telah dibahas pada bagian sebelumnya, maka permasalahan yang dibahas penulis adalah :
 Bagaimana melakukan perancangan dan pengelolaan tenaga kerja dan operasi-operasi organisasi dalam perusahaan ?
1.3  Tujuan
Agar perusahaan dapat mencapai produktifitas yang tinggi maka perusahaan perlu memperhatikan perancangan dan pengelolaan tenaga kerjanya.
























BAB 11
PEMBAHASAN
PERANCANGAN DAN PENGELOLAAN TENAGA KERJA

2.1 Pengertian Desain Pekerjaan
Desain pekerjaan dapat didefinisikan sebagai fungsi penetapan kegiatan-kegiatan seorang individu atau kelompok secara organisasional. Tujuannya adalah adalah  untuk mengatur penugasan-penugasan kerja yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan organisasi dan teknologi dan memuaskan  kebutuhan-kebutuhan pribadi dan individual para pembegang jabatan. Pengertin istilah pekerjaan dan bagian-bagian lainnya  dapat di rumuskan sebagai berikut :
1.      Gerak –mikro (micro-motion) : gerakan-gerakan kerja terkecil mencangkup gerakan-gerakan elementer seperti meraih, menggenggam, atau meletakkan suatu obyek.
2.      Elemen : suatu agregasi dua atau lebih gerak-mikro, biasanya danggap lebih kurang sebagai kesatuan gerak yang lengkap, seperti mengambil, mengangkut, dan mengatur barang.
3.      Tugas (taks) : suatu agregasi dua atau lebih elemen menjadi kegiatan yang lengkap, seperti menyapu lantai, memotong pohon, atau memasang kabel telephone.
4.      Pekerjaan (job) : serangkaian tugas-tugas yang harus dilaksanakan oleh seorang pekerja tertentu. Suatu pekerjaan dapat terdiri dari beberapa tugas, seperti pengetikan, pengarsipan dan pembuatan konsep surat, dalam pekerjaan sekretariat, atau hanya terdiri atas tunggal seperti pemasangan roda mobil, dalam perakitan mobil.
Desain pekerjaan adalah fungsi kompleks karena hal ini memerlukan pemahaman baik terhadap veriabel-variabel teknikal maupun variabel-variabel sosial. Bila variabel tersebut di abaikan maka desain pekerjaan akan menyebabkan kegiatan-kegiatan yang dilakukan secara tidak efektif dan efesien. Disamping itu, desain pekerjaan harus menetapkan berbagai faktor yang mempengaruhi struktur pekerjaan akhir. Keputusan-keputusan harus di buat yang bersangkutan dengan tugas-tugas apa yang di lakukan, siapa yang melakukan, dimana, kapan , mengapa dan bagamana tugas tugas di lakukan. Berikut merupakan faktor-faktor dalam desain pekerjaan.

siapa
Karakteristik karakteristik mental  dan phisik tenaga kerja
Apa
Di mana
Bagamana
Kapan
Tugas- tugas yang akan dilaksanakan
Lokasi geografik organisasi , lokasi tempat kerja
Metoda pelaksanaan kerja , pengukuran kerja
Periode waktu, waktu kejadian dalam aliran kerja
Misi dan tujuan organisasional, motivasi pekerja
Struktur pekerjaan akhir
mengapa
 



















2.2 Perluasan Pekerjaan
             Sebuah pekerjaan dapat di buat lebih menarik dengan cara memperluasnya. perluasan pekerjaan (job enlargement) berarti pekerjaan di perluas secara horizontal, melalui penambahan lebih banyak tugas yang di berikan kepada karyawan yang bertujuan untuk meningkatkan variasi pekerjaan dan mengurangi sifat yang membosankan (monoton) pada pekerjaan. tetapi bukan berarti meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang di perlukan untuk melakukan pekerjaan yang telah di perluas. dalam kasus job anlargement, masalahnya adalah menghentikan spesisialisasi yang berlebihan, dengan kemungkinan kehilangan sedikit efesiensi, untuk mengurangi kebosanan dan sifat monoton yang akan membuat para karyawan lebih terpuaskan dan termotivasi secara efektif.
            Dari paparan diatas dapat di simpulkan bahwa perluasan pekerjaan (job enlargement)  adalah perluasan pekerjaan dan tanggung jawab secara vertikal dan merupakan suatu perubahan yang direncanakan pada kegiatan-kegiatan pekerjaan untuk memberikan variasi yang lebih besar kepada seseorang yang memerlukan pengetahuan dan keterampilan lebih. jadi setiap karyawan di beri kesempatan untuk berpatisipasi dalam perencanaan, pengorganisasian, dan pengawasan pekerjaan mereka di samping pelaksanaanya.  

2.3 Sasaran Pokok Desain Pekerjaan
            Seperti halnya tugas teknisi produk yaitu merancang produk-produk, pra teknisi industrial dan penyelina juga merancang pekerjaan-pekerjaan. mereka mempelajari kebutuhan-kebutuhan operasi dan kemampuan orang-orang dan mesin-mesin serta mengembangkan pekerjaan-pekerjaan untuk mencapai keseimbangan terbaik yang mungkin agar dapat “memuaskan” semua faktor-faktor yang relevan. sasaran-sasaran pokok desain pekerjaan biasanya adalah untuk menghemat tenaga manusia, menentukan campuran atau kombinasi antara karyawan dan mesin yang paling ekonomik, dan merancang pekerjaan sehingga dapat di peroleh jumlah kepuasan yang memadai. selanjutnya, dalam usaha untuk memperbaiki pekerjaan-pekerjaan dan membuatnya lebih muda bagi para karyawan, analisis mencoba untuk melakukan tiga hal yaitu :
1.      meghapuskan gerakan-gerakan manusia sebanyak mungkin
2.      mengurangi gerakan-gerakan yang tidak dapat di hilangkan
3.      membuat gerakan-gerakan yang di perlukan berkurang efek kelelahannya.
Tetapi perancangan perusahaan hendaknya tidak memusatkan diri seluruhnya pada gerakan-gerakan manusia dan mengabaikan kemungkinan-kemungkinan perbaikan lainnya. suatu gerakan manusia sering tidak dapat di sederhanakan kecuali bila tempat kerjanya di atur kembali, atau orang tersebut di beri berbagai peralatan khusus untuk mesin diubah atau bahkan produknya sendiri. studi pekerjaan untuk meningkatkan produktivitastidak hanya meneliti gerakan-gerakan manusia, tetapi juga metoda metoda perbaikan lainnya, seperti terlihat dalam gambar (1-1)


studi pekerjaan
           
studi metoda-metoda dengan pokok masalah perbaikan
pengukuran kerja
 
 produktivitas lebih besr dan lebih ekonomik
mengembangkan standart-standart waktu untuk :
pemilihan metoda yang tepat pengawasan produksi , pengawasan anggaran, perkiraan biaya upah insentif
menngembangkan metoda-metoda lebih baik
menstandardisasikan metoda yang paling baik
 










2.4 Masalah Alokasi Tenaga Kerja
      Manajemen produksi seringkali menghadapi masalah-masalah yang berhubungan dengan alokasi optimal dari berbagai macam sumberdaya yang produktif, terutama tenaga kerja atau personalia, yang mempunyai tingkat efesiensi berbeda-beda untuk pekerjaan yang berbeda-beda pula. masalah ini di sebut masalah penugasan (assignment problem), yang merupakan suatu kasusu khusus dari masalah linier programming pada umumnya. salah satu teknik pemecahan masalah-masalah penugasan yang tersedia adalah metoda hungarian, yang mula-mula di kembangkan oleh seorang ahli matematika berkebangsaan hungaria bernama D. Konig dalam tahun 1916.
      Model-model penugasan bertujuan untuk mengalokasikan jumlah”sumber daya” untuk sejumlah sama”pekerjaan” pada biaya total minimum. penugasan di buat atas dasar bahwa setiap sumber daya harus ditugaskan hanya untuk satu pekerjaan. untuk suatu masalah penugasan n x n, jumlah penugasan yang mungkin dilakukan sama dengan n! ( n factor) karena perpasangan satu-satu. bentuk matriks segi empat merupakan cara termuda untuk menjelaskan masalah ini.
Secara sistematis, masalah penugasan dapat di nyatakan dalam suatu bentuk linear programming sebagai berikut :
minimumkan ( maksimumkan) :

dengan batasan-batasan
dan

            dengan keterangan bahwa Cij adalah tetapan yang telah di ketahui.

Masalah Minimisasi
Agar lebih jelas, kita ambil contoh pemecahan masalah penugasan suatu perusahaan. bagian perusahaan mempunyai 3 (jenis) pekerjaan yang berbeda untuk di selesaikan oleh 3 (tiga karyawan. ketiga karyawan tersebut mempunyai tingkat keterampilan, pengalaman kerja, latar belakang  pendidikan dan latihan yag berbeda pula. karena sifat pekerjaa dan kemampuan karyawan berbeda, maka biaya penyelesaian pekerjaan berbeda-beda, lihat tabel .sebagai contoh A1 dapat menyelesaikan pekerjaan D1 dengan biaya Rp.20.000,-, pekerja D2 dengan biaya Rp. 27.000,-, dan seterusnya. dalam contoh masalah penugasan ini ada 3! (3x2x1=6) kemungkinan penugasan. ada beberapa langka langkah pemecahannya sebagai berikut :
Contoh 1: Ada 3 tenaga kerja (A1,A2,A3) yang akan ditugaskan pada 3
pekerjaan (D1, D2, D3) dengan rincian matriks biayanya adalah sebagai
berikut:

Tenaga Kerja
Pekerjaan

D1
D2
D3
A1
20
27
30
A2
10
18
16
A3
14
16
12
Keterangan: Biaya dalam ribuan!

Langkah 1: Mengubah matriks biaya menjadi matriks “opportunity cost” yaitu
dengan memilih elemen terkecil pada setiap baris dari matriks biaya mula-mula
untuk mengurangi seluruh elemen (bilangan pada setiap baris).
Tenaga Kerja
Pekerjaan
D1
D2
D3
A1
0
7
10
A2
0
8
6
A3
2
4
0

Langkah 2 a :
Memilih bilangan terkecil pada setiap kolom dalam reduced cost
matrix untuk mengurangi seluruh bilangan dalam kolom-kolom tersebut
sehingga diperoleh total opportunity cost matrix
Tenaga Kerja
Pekerjaan
D1
D2
D3
A1
0
3
10
A2
0
4
6
A3
2
0
0

Langkah 2 b:
Test for Optimality (menentukan apakah penugasan sudah
optimal). Buatlah garis yang melewati angka nol (horizontal/vertikal).
Usahakan jumlah garis yang dibuat seminimal mungkin. Jika jumlah garis
minimal = jumlah baris maka penugasan sudah optimal. Jika belum sama, maka
dilakukan revisi matriks.

Tenaga Kerja
Pekerjaan

D1
D2
D3

A1
0
3
10

A2
0
4
Garis peliput 1
6

A3
2
0
0







Garis peliput 2
 



Penugasan belum optimal karena jumlah garis minimal jumlah baris,
sehingga perlu dilakukan revisi matriks

Langkah 3 a.
Merevisi total opportunity cost matrix. Angka yang belum dilalui
garis dikurangi dengan angka terkecil sedangkan angka yang dilalui oleh dua
garis (vertikal-horizontal) atau pada perpotongan dua garis tambahlah dengan
angka terkecil tersebut.
Tenaga Kerja
Pekerjaan
D1
D2
D3
A1
0
0
7
A2
0
1
3
A3
5
0
0

Langkah 3 b. Test for Optimality

Tenaga Kerja
Pekerjaan
D1
D2
D3
A1
0             
0
7
A2
0
1
3
A3
5
0
0

Jumlah garis minimal = jumlah baris ≠ solusi penugasan telah optimal
Skedul penugasan adalah sbb:

Skedul penugasan                                                         
Biaya
A1 – D1
A2 – D2
A3 – D3
Total biaya
Rp. 27.000,-
Rp.10.000,-
Rp 12.000,-
Rp.49.000,-


















Masalah Maksimasi
Perbedaan dengan masalah minimasi adalah bahwa dalam masalah maksimasi matriks tidak menunjukkan tingkat biaya, tetapi menunjukkan tingkat laba (atau indeks produktivitas).

Contoh 2
Ada 4 tenaga kerja (A1,A2,A3, A4) yang akan ditugaskan pada 4 pekerjaan (D1,D2, D3, D4) .
Karyawan
Pekerjaan

D1
D2
D3
D4
A1
12
14
12
10
A2
16
12
11
17
A3
11
10
9
10
A4
15
17
10
18
Dengan rincian matriks keuntungan adalah sebagai berikut:

Langkah 1: Mengubah matriks kombinasi laba menjadi matriks opportunity
loss, yaitu dengan memilih elemen terbesar pada setiap baris dari matriks
laba mula-mula untuk mengurangi seluruh elemen (bilangan pada setiap baris).
Karyawan
Pekerjaan

D1
D2
D3
D4
A1
2
0
2
4
A2
1
5
6
0
A3
0
1
2
1
A4
3
1
8
0





Langkah 2:
Meminimumkan opportunity loss untuk memaksimalkan kontribusi
laba total. Langkah ini dilakukan melalui pengurangan seluruh bilangan dalam
setiap kolom dengan bilangan terkecil dari kolom tersebut.

Tenaga kerja
Pekerjaan
D1
D2
D3
D4
A1
2
0
0
4
A2
1
5
4
0
A3
0
1
0
1
 A4
3
1
6
0


Langkah 3. Revised total opportunity loss matrix dan test for optimaly
Karyawan
Pekerjaan

D1
D2
D3
D4
A1
2
0
0
5
A2
0
4
3
0
A3
0
1
0
2
A4
2
0
5
0


Skedul penugasan optimal dan konstribusi laba total untuk dua alternative penyelesaiannya adalah :
Skedul penugasan 1
Kontribusi Laba
Skedul Penugasan 2
Kontribusi Laba
A1- D1
14000
A1-A3
12000
A3 – D3
9000
A2-D4
17000
A2- A1
16000
A3-D1
11000
A4- D4
18000
A4-D2
17000

RP  57.000

RP 57.000

2.5 Pengertian Pengukuran Kerja
Pengukuran kinerja (performance measurement) adalah suatu proses penilaian kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran yang telah di tentukan sebelumnya, termasuk informasi atas efisiensi penggunaan sumber daya dalam menghasilkan barang dan jasa kualitas barang dan jasa (seberapa baik barang dan jasa diserahkan kepada pelanggan dan sampai seberapa jauh pelanggan terpuaskan).
Whittaker menjelaskan bahwa pengukuran kinerja merupakan suatu alat manajemen yang digunakan untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas.
Simons menyebut bahwa pengukuran kinerja membantu manajer dalam memonitor implementasi strategi bisnis dengan cara membandingkan antara hasil aktual dengan sasaran dan tujuan strategis.
Neely dan kawan-kawannya menggambarkan pengukuran kinerja sebagai proses kuantifikasi tindakan, di mana pengukuran adalah proses kuantifikasi dan tindakan berkorelasi dengan kinerja. Mereka mengusulkan bahwa kinerja harus di definisikan sebagai efisiensi dan efektivitas tindakan, yang mengarah pada definisi berikut:
Ø  Pengukuran kinerja didefinisikan sebagai proses mengukur efisiensi dan efektivitas tindakan
Ø  Pengukuran kinerja didefinisikan sebagai serangkaian  metri k yang di gunakan untuk mengukur efisiensi dan efektivitas dari suatu tindakan.
Rouse dan Putterill mendefinisikan pengukuran kinerja sebagai perbandingan hasil terhadap harapan dengan tujuan tersirat belajar untuk membuat lebih baik.
Dumond yang menganggap ukuran kinerja yang akan didirikan untuk mendukung pencapaian tuj uan dengan maksud untuk memotivasi, membimbing dan meningkatkan sebuah pengambilan keputusan individu.
Stefan Tangen mengungkapkan bahwa system pengukuran kinerja yang baik adalah sekumpulan ukuran kinerja yang menyediakan perusahaan dengan informasi yang berguna, sehingga membantu mengelola, mengontrol, merencanakan, dan melaksanakan aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan.
2.6 Metode-Metode Pengukuran Kerja
1.      The Balanced Scorecard (BSC).
Sistem pengukuran kinerja yang paling terkenal yaitu Balanced Scorecard (BSC), di kembangkan oleh Kaplan dan Norton.
Kaplan dan Norton mendefinisikan BSC sebagai "sebuah kerangka multidimensi untuk menggambarkan, pelaksanaan dan strategi pengelolaan pada semua tingkat dengan menghubungkan suatu perusahaan, melalui struktur logis, tujuan, inisiatif, dan langkah-langkah untuk strategi organisasi".
BSC menyediakan pandangan perusahaan organisasi secara keseluruhan performa yang melengkapi pengukuran kinerja keuangan tradisional dengan key performance indicator (KPI) di tiga wilayah non-keuangan.
Empat perspektif dari BSC adalah:
Ø  Perspektif keuangan. Perspektif ini menjawab pertanyaan: "Untuk sukses finansial, bagaimana kita harus muncul untuk pemegang saham kami?"
Hal ini biasanya berhubungan dengan profitabilitas. Misalnya diukur dengan Return on Investment (ROI), Return on Capital Employed (ROCE), dan Economic Value Added (EVA)
Ø  Perspektif Pelanggan. Perspektif ini menjawab pertanyaan: "Untuk mencapai visi kita, bagaimana kita harus muncul untuk para pelanggan kami?”. Termasuk beberapa inti atau ukuran gerak generik yang sukses hasil dari perusahaan, seperti kepuasan pelanggan, dan pangsa pasar di segmen sasaran.
Ø  Proses internal. Dalam perspektif ini, pertanyaan berikut dijawab: "Untuk memuaskan para pemegang saham dan pelanggan, proses bisnis apa yang harus kita unggul?". Perspektif ini berfokus pada proses internal yang akan memiliki dampak terbesar pada kepuasan pelanggan dan pencapaian perspektif keuangan organisasi.
Ø  Pembelajaran dan Pertumbuhan. Perspektif ini untuk menjawab pertanyaan: "Untuk mencapai visi kita, bagaimana kita mendukung kemampuan kita untuk mengubah dan memperbaiki?" Sudah dijawab dalam perspektif ini. Infrastruktur organisasi harus membangun dan mengelola untuk menciptakan pertumbuhan jangka panjang dan perbaikan melalui orang, sistem dan prosedur organisasi yang diidentifikasi dalam perspektif ini .
BSC bukanlah daftar pengukuran statis, melainkan sebuah kerangka logis untuk melaksanakan dan menyelaraskan program-program perubahan yang kompleks, dan, tentu saja, untuk mengelola organisasi yang berfokus pada strategi.
1.      Performance Pyramid System (PPS)
Persyaratan penting dari suatu sistem pengukuran kinerja adalah bahwa mereka harus menjadi hubungan yang jelas antara ukuran kinerja pada tingkat hirarkis yang berbeda dalam perusahaan, sehingga setiap fungsi dan departemen berusaha menuju tujuan yang sama. Performance Pyramid System (PPS) adalah sebuah sistem yang saling terkait dari variabel kinerja yang berbeda, yang dikontrol pada tingkat organisasi yang berbeda. Empat tingkat PPS mewujudkan visi perusahaan, akuntabilitas dari unit bisnis, dimensi kompetitif untuk sistem operasi bisnis, dan spesifik kriteria operasional.
Menurut Laitinen, tujuan dari PPS adalah "untuk link suatu strategi organisasi untuk operasi dengan menerjemahkan tujuan-tujuan dari atas ke bawah (berdasarkan prioritas pelanggan) dan pengukuran dari bawah ke atas”. Mereka juga mengident ifikasi penggunaan PPS dal am konteks umpan balik, di mana ia digunakan secara eksplisit untuk memantau kinerja organi sasi. Akhirnya, mereka berpendapat bahwa model ini juga berguna untuk memantau kinerja perusahaan. Ghalayini dan kawan-kawannya menyatakan bahwa kekuatan utama PPS adalah usahanya untuk mengintegrasikan tujuan-tujuan perusahaan dengan indikator kinerja operasional. Namun, pendekatan ini tidak menyediakan mekanisme untuk mengidentifikasi indikator kinerja kunci/key performance indicator, juga tidak secara eksplisit mengintegrasikan konsep perbaikan terus-menerus.
2.      The Tableau de Bord (TdB)
The Tableau de Bord (TdB) telah memperoleh penerimaan luas di seluruh masyarakat bisnis Perancis. The TdB di perkenalkan di Perancis pada tahun 1930an dan digambarkan sebagai "yang mirip dengan" dashboard "(yaitu terjemahan harfiah dari" tableau de bord )” yang digunakan oleh" pilot "(yaitu manajer) untuk membimbing organisasi untuk tujuan mereka". Pertama kali di kembangkan oleh para insinyur yang sedang mencari cara untuk meningkatkan proses produksi mereka dengan pemahaman yang lebih baik sebab-akibat hubungan (hubungan antara proses tindakan dan kinerja). Prinsip yang sama kemudian diaplikasikan pada tingkat manajemen puncak, manajer senior untuk memberikan seperangkat indikator yang memungkinkan mereka untuk memantau perkembangan bisnis, bandingkan dengan tujuan yang telah di tetapkan, dan mengambil tindakan perbaikan.
Menurut Epstein dan Manzoni, tuj uan awal ini yang memberi manajer uraian dan langsung pada poin ikhtisar parameter kunci untuk mendukung pengambilan keputusan - memiliki dua implikasi penting. Pertama, TdB tidak dapat menjadi dokumen tunggal yang berlaku sama baik untuk seluruh perusahaan, karena setiap sub-unit dan pada kenyataannya setiap manajer memiliki tanggung jawab dan objektif yang berbeda, harus ada satu TdB untuk setiap sub-unit. Kedua, berbagai TdB digunakan dalam perusahaan tidak boleh terbatas pada indikator-indikator keuangan. Ukuran operasi onal sering memberikan informasi yang lebih baik mengenai dampak kejadian lokal dan keputusan, dan dengan demikian pada hubungan sebab-dan-akibat, dari indikator keuangan secara keseluruhan. Dari asalnya TdB dikandung sebagai sebuah "penyeimbang" kombinasi keuangan dan non-indikator keuangan dan banyak penulis telah menekankan perlu menggunakan indikator non-finansial . Pengembangan TdB melibatkan unit menerjemahkan misi dan visi ke dalam serangkaian tujuan, dari unit yang mengidentifikasi para Key Succes Factor, yang kemudian di terjemahkan menjadi seri kuantitatif Key Performance Indicator (KPI).
Kelemahan terbesar yang mungkin berasal dari TdB adalah struktur yang tidak terdefinisikan. Karena kurangnya daerah-daerah kinerja yang telah ditetapkan, ada risiko manajer melaksanakan TdB dengan seperangkat indikator kinerja yang tidak seimbang dalam hal keuangan dan non-keuangan, dan terkait dengan efektivitas dan efisiensi.
3.      Productivity Measurement and Enhancement System (ProMES)
Produktivitas sistem pengukuran dan peningkatan (ProMES) pada awalnya di kembangkan oleh Pritchard. ProMES adalah metode pembangunan partisipatif untuk sistem manajemen kinerja, yang di rancang untuk menjadi metode praktis untuk mengukur produktivi tas organisasi. Pada dasarnya, ProMES adalah formal. Langkah demi langkah proses yang mengidentifikasi obyektif organisasi, mengembangkan sebuah sistem pengukuran untuk menilai seberapa baik unit
tujuan pertemuan mereka, dan mengembangkan sistem umpan balik yang memberi unit personalia dan manajer informasi tentang bagaimana baik unit kinerja.
Menurut Pritchard dan kawan-kawannya, ProMES di dasarkan pada teori perilaku kerja. Motivasi dalam teori ini dipandang sebagai suatu proses alokasi sumber daya di mana sumber daya adalah waktu dan energi seseorang, yang di alokasikan di seluruh tindakan atau tugas. Motivational Force/ kekuatan motivasi didefinisikan sebagai tingkat dimana seseorang percaya bahwa perubahan dalam kuantitas sumber daya pribadi dalam bentuk waktu dan energi (usaha) yang ditujukan untuk tindakan yang berbeda (tugas) dari waktu ke waktu akan mengakibatkan perubahan dalam mengantisipasi kepuasan kebutuhan.
Sistem ProMES yang dapat di kembangkan dan diimplementasi kan dengan tujuh langkah berikut:
1.      Membentuk tim desain, yang terdi ri dari orang-orang yang akan diukur, satu atau dua pengawas, dan satu atau dua fasili t ator yang akrab dengan ProMES.
2.      Ident ifikasi tujuan untuk unit.
3.      Untuk setiap tujuan, mengidentifikasi salah satu ukuran lebih kuantitatif yang disebut indikator, yang mengukur seberapa baik tujuan-tujuan ini terpenuhi . Indikator harus sebagian besar di bawah Pendapatan = Hibah dari orang-orang yang diukur.
4.      Menetapkan kemungkinan. Sebuah kontingensi adalah fungsi yang menentukan berapa banyak dari sebuah indikator adalah cara baik untuk organisasi .
5.      Desain sistem umpan balik.
6.      Beri kan dan menanggapi umpan balik.
7.      Monitor proyek dari waktu ke waktu dan menyesuaikan diri jika diperlukan.
Kelemahan lain dari ProMES adalah bahwa indikator tidak selalu harus diimbangi jika tujuan tidak seimbang. Fitur lain yang menarik dari sistem adalah penggunaan konsistensi. Dengan menggunakan konsistensi ini, prioritas untuk perbaikan dapat diatur dan juga non-linearitas dapat di ambil antara indikator dan jumlah kontribusi tingkat indikator untuk membuat fungsi keseluruhan organisasi . Namun, konsistensi ini membuat sistem lebih sulit untuk di kembangkan dan lebih banyak usaha yang harus dimasukkan ke dalam penjelasan sistem. Kelemahan lain dari ProMES adalah bahwa indikator tidak harus selalu berimbang jika tuj uan tidak seimbang.
4.      Activity-based costing (ABC)
Sebuah pendekatan baru untuk akuntansi biaya, yang di kenal sebagai activity based costing (ABC), telah dikembangkan oleh Johnson dan Kaplan pada akhir 1980-an sebagai upaya menyelesaikan beberapa ketidakmampuan fundamental akuntansi biaya tradisional. ABC menyangkut dengan biaya kegiatan dalam perusahaan dan hubungan mereka untuk pembuatan produk tertentu dari pada wilayah fungsional dasar. Dasar teknik ABC adalah untuk menganalisis biaya tidak langsung dalam perusahaan dan untuk menemukan kegiatan yang menyebabkan biaya-biaya tersebut. Kegiatan-kegi atan semacam ini disebut "pengendali biaya" dan dapat digunakan untuk menerapkan overhead ke produk tertentu. Dengan cara ini, diyakini bahwa hasil ABC yang lebih akurat identifikasi
biaya dari alokasi biaya tradisional.
5.      Sink and Tuttle model
Sebuah pendekatan klasik adalah sebuah sistem pengukuran kinerja Sink and Tuttle model yang menyatakan bahwa kinerja suatu organisasi adalah saling keterkaitan yang rumit antara tujuh kriteria kinerja:
1. efektivitas, yang melibatkan "melakukan hal yang benar, pada saat yang tepat, dengan kualitas benar": dalam praktiknya, efektivitas dinyatakan sebagai rasio output aktual ke output yang diharapkan.
2. efisiensi , yang secara sederhana berarti "melakukan hal-hal yang benar", dan didefinisikan sebagai rasio sumber daya yang diharapkan dapat dikonsumsi untuk sumber daya yang benar-benar dikonsumsi.
3. kualitas, di mana kualitas adalah konsep yang sangat luas untuk membuat istilah lebih nyata, kualitas di ukur pada enam checkpoints.
4. Produktivitas, yang didefinisikan sebagai rasio tradisional keluaran ke masukan.
5. Kualitas kehidupan kerja, yang merupakan kontribusi penting untuk suatu sistem yang berkinerja baik.
6. Inovasi, yang merupakan elemen kunci dalam mempertahankan dan meningkatkan kinerja.
7. Profitabilitas/budgetability, yang merupakan tujuan utama bagi setiap organisasi.
7. Theory of Constraints (TOC)
Banyak peneliti menyatakan bahwa ada kebutuhan untuk membatasi jumlah ukuran kinerja untuk menghindari informasi yang melimpah. Goldratt mengembangkan suatu pendekatan yang disebut “ Theory of constraints “ (TOC).
TOC muncul pada pertengahan 1980-an sebagai suatu proses perbaikan yang berkelanjutan. Peneliti TOC terutama difokuskan pada perencanaan produksi dan penjadwalan metode, tetapi juga telah terlibat dalam pengukuran kinerja.
Terdapat 5 langkah berfokus TOC dilakukan dengan cara sebagai beri kut:
(1) mengidentifikasi kendala sistem.
(2) memutuskan bagaimana memanfaatkan sistem kendala.
(3) mengebawahkan segala sesuatu yang lain di atas keputusan.
(4) meningkatkan sistem kendala.
(5) ketika sebuah kendala rusak, kembali ke l angkah (1).
Dalam tiga pengukuran kinerja global TOC digunakan untuk menilai sebuah bisnis kemampuan organisasi untuk memperoleh tujuan (yakni menghasilkan uang). Pengukuran global ini yaitu laba bersih, ROI dan cash flow. Penelitian telah menunjukkan bahwa kekuatan utama dari pendekatan TOC adalah bahwa TOC menyediakan fokus dal am dunia informasi yang berlebihan. Keuntungan lain adalah bahwa ukuran kinerja dalam TOC adalah mudah untuk di akses dan mudah untuk di pahami. Namun, TOC masih jauh dari pengukuran kinerja yang lengkap. Orang bisa berpendapat bahwa TOC menyederhanakan reali tas agak terl alu jauh, karena TOC mengasumsikan bahwa selalu ada kendala yang dibaca dalam sistem, yang belum tentu benar.
6.      Pendekatan Historikal
Pendekatan ini digunakan dalam mengestimasi pelaksanaan kegiatan waktu di waktu yang akan datang pada umumnya merupakan praktek yang jelek, karena hanya berdasarkan data-data historik yang sering subyektif, tidak konsisten dan tidak memeperhatikan “rating factors”, dan penundaan-penundaan (mudah bias). Atas dasar ini perusahaan sebaiknya menggunakan metode-metode pengukuran yang lebih formal, dan berdasarkan data-data yang lebih terorganisasi.
7.      Metode Studi Waktu
Metode ini awal dikemukakan oleh Frederick Taylor dalam tahun 1881 dan kemudian dikembangkan dengan memasukkan penyesuaian faktor kecepatan atau rating factor. Metode ini sekarang telah menjadi salah satu teknik yang paling luas digunakan sebagai dasar pengukuran kerja secara kuantitatif. Pada dasarnya dengan penggunaan metode studi waktu, seorang analisis mengambil suatu sampel kecil dari satu kegiatan karyawan dan menggunakannya untuk menentukan suatu standar bagi organisasi keseluruhan. Peralatan yang dibutukan hanya stopwatch ditambah kertas dan pensil. Secara ringkas, prosedur penggunaan metode studi waktu adalah sebagai berikut:
a.       Pemilihan pekerjaan.
Hampir setiap kegiatan tenaga kerja bersiklus pendek yang berulang-ulang dapat menjadi calon bagi suatu studi waktu. Tetapi sebagai prasyarat setiap studi adalah bahwa para supervisor dan karyawan sepenuhnya diberitahu tentang maksud dan prosedur studi. Analisis harus mengusahakan agar studi dapat dilakukan di bawah kondisi normal, dan juga memperoleh jaminan bahwa karyawan menggunakan metode-metode terbaik untuk melakukan pekerjaan. Dalam langkah pertama ini, analisis harus mencatat rincian pekerjaan yang relevan dan merumuskannya secara tepat dalam bentuk dasar.
b.      Penentuan jumlah siklus.
Jumlah siklus untuk mengukur waktu dalam kenyataannya tergantung pada tingkat kepercayaan analisis bahwa waktu-waktu sampel adalah representatif untuk waktu-waktu on the job nyata. Bila setiap waktu operator bervariasi dari satu siklus ke siklus berikutnya, analisis harus mengukur waktu berbagai siklus secukupnya untuk mendapatkan estimasi waktu rata-rata yang valid. Besarnya sampel dapat dihitung dari pemahaman distribusi waktu, dan rumusnya adalah:
n=Z2[ni∑x2-(∑x)2
          h2(∑x)2
dimana ni   =besarnya sampel pendahuluan
            x    =waktu-waktu yang dicatat oleh stopwatch
            h    =setengah interval ketelitian (sebagai contoh 5%, maka h=0,05)
            Z    =deviasi standar normal untuk tingkat kepercayaan yang diinginkan (sebagai contoh untuk 68,3%, ni=1, untuk 9,5%, x=2, dan untuk 99,7%, ni=3),
Bial n kurang dari ni, besarnya sampel pendahuluan adalah cukup bila n lebih besar , maka harus diambil sampel yang lebih besar. Jadi dalam hal ini analis perlu ,mengambil sampel pendahuluan yang besarnya ni, tetapi banyaknya bagan-bagan dan grafik yang telah tersedia biasanya membuat hal ini tidak diperlukan.
c.       Perhitungan waktru siklus rata-rata (CT)
Sebelum waktu-waktu seluruh siklus dirata-rata, kejadian-kejadian atau unsur-unsur yang tidak bersifat pengulangan dan tidak biasa, seperti terjadinya kerusakan mesin, pemogokan, dan sebagainya, harus dihilangkan dan tidak dimasukkan dalam perhitungan. Waktu siklus rata-rata dapat dihitung:
CT=
Waktu siklus rata-rata yang telah disesuaikan sering disebut sebagai waktu terpilih atau waktu pengoperasian terpilih (selected operating time=SOT).
d.      Perhitungan waktu normal
Untuk membuat waktu terpilih dapat diterapkan untuk semua karyawan, suatu ukuran kecepatan atau “rating facton (RF)” harus masuk untuk menormalkan pekerjaan. Aplikasi RF tertentu pada waktu terpilih disebut waktu normal. Jadi, bila karyawan yang teliti bekerja lebih cepat daripada karyawan rata-rata misal, pada kecepatan 110% waktu yang akan dikalikan dengan 1,10 agar waktu normal sebagai hasilnya akan lebih lama dan masih dapat berfungsi sebagai standar bagi karyawan rata-rata. Dalam bentuk persamaan,
NT=CT (RF)
Bila karyawan diteliti untuk suatu periode waktu dan memproduksi sejumlah unit produk selama waktu itu, maka bentuk persamaan waktu normal menjadi:
NT= xRF

e.       Perhitungan waktu standart
Waktu standar diperoleh melalui pemahaman waktu normal dengan cadangan-cadangan untuk kebutuhan-kebutuhan pribadi, penundaan-penundaan kerja yang tidak dapat dihindarkan (kerusakan peralatan, kekurangan bahan mentah) dan kelelahan karyawan  (fisik atau mental).
Dua persamaan untuk menghitung waktu standar adalah:
ST=NT(1+waktu cadangan)
dan
ST=     atau  ST=
Persamaan (1) adalah paling sering digunakan dalam praktek. Akan tetapi bila cadangan-cadangan dihitung sebagai persentase dari periode kerja total atau waktu on the job total, dan bukan sebagai persentase dari waktu bekerj, maka persamaan (2) adalah yang benar.
Di samping itu, cadangan-cadangan khusus, misal 10 sampai 15%, sering dinegosiasikan dalam “collective bergaining agreement”. Walaupun pendekatan relatif ilmiah untuk menetukan cadangan-cadangan kelelahan telah dikembangkan, hampir semua perusahaan masih menetapkan cadangan-cadangan atas dasar pengalaman dan observasi subyektif.
2.7 Teknik-Teknik Pengukuran Kerja
Secara lebih terperinci teknik-teknik pengukuran kerja dapat digunakan untuk maksud-maksud sebagai berikut:
a.       Mengevaluasi pelaksanaan kerja karyawan
Ini dilakukan melalui pembandingan keluaran nyata selama periode waktu tertentu dengan keluaran standart  yang ditentukan dari pengukuran kerja.


b.      Merencanakan kebutuhan tenaga kerja
Untuk setiap tingkat keluaran tertentu di waktu yang akan datang, pengukuran kerja dapat digunakan untuk menentukan berapa banyak masukan tenaga kerja yang diperlukan.
c.       Menentukan tingkat kapasitas
Untuk suatu tingkat tertentu tenaga kerja dan peralatan yang tersedia, standar-standar pengukran kerja dapat digunakan untuk menentukan tingkat kapasitas yang harus tersedia.
d.      Menentukan harga atau biaya suatu produk
Berbagai standar tenaga kerja yang didapatkan melalui pengukuran kerja adalah salah satu unsur sistem penentuan harga atau biaya. Dalam banyak organisasi, keberhasilan dalam penetapan harga produk adalah krusial bagi kelangsungan bisnisnya. Kegiatan ini sangat tergantung pada pengukuran kerja bila biaya merupakan basis untuk penerapan harga.
e.       Memperbandingkan metode-metode kerja
Bila berbagai metode yang berbeda untuk suatu pekerjaan sedang dipertimbangkan, pengukuran kerja dapat memberikan dasar pembandingan ekonomik metode-metode. Hal ini merupakan esensi manajemen ilmiah dalam menemukan metode terbaik atas dasar studi waktu dan gerak yang teliti.
f.       Memudahkan scheduling operasi-operasi
Salah satu masukan data untuk semua sistem scheduling adalah estimasi waktu kegiatan-kegiatan kerja. Estimasi-estimasi ini diperoleh dari pengukuran kerja.
g.      Menetapkan upah insentif
Dengan upah insentif, pada karyawan menerima pembayaran lebih untuk keluaran yang lebih besar. Standar waktu melatar belakangi rencana-rencana insentif ini dengan menentukan keluaran 100 persen.



Data Standar
            Penggunaan data standar mencakup konsep tentang bank data. Suatu system data standar merupakan table-tabel yang berisi waktu pelaksanaan operasi-operasi yang umum digunakan dalam berbagai aplikasi. Data waktu dalam setiap table pada umumnya merupakan catatan waktu tunggal yang meringkas analisis lebih terperinci yang didapat dari studi waktu. Sebagai contoh, suatu data standar mungkin berisi data yang diperlukan untuk member lubang berbagai ukuran pada suatu bahan tertentu. Bila suatu standar diperlukan untuk suatu operasi pemboran, data standar dapat digunakan untuk mengestimasi waktu yang diperlukan. Dengan data standar perusahaan tidak perlu mengukur setiap tipe operasipemboran yang berbeda, tetapi hanya serangkaian standar operasi pemboran dimasukkan dalam bank data dan rumusan-rumusan atau grafik-grafik disediakan untuk kondisi-kondisi lain yang kurang lebih sama.
            Data standar diperoleh baik dari studi waktu dengan stop-watch ataupun predetermined-time-data. Data standar lebih dikenal untuk pengukuran tenaga kerja langsung, karena sejumlah besar standar dapat diperoleh dari sekumpulan data-data kecil. Secara khusus, setiap perusahaan akan mengembangkan system data standarnya sendiri.
            Sistem-sistem data standar mempunyai beberapa kebaikan seperti halnya predetermined data, yakni data dapat digunakan untuk keperluan studi operasi-operasi baru dan akurat dapat dijamin melalui penggunaan yang terus-menerus dan perbaikan data, serta tidak memerlukan stopwatch.
Predetermined Time Data
            Metode penetatapan standar-standar karyawan ketiga adalah dengan menggunakan data waktu yang telah ditetapkan sebelumnya. Metode ini berdasarkan atas gagasan bahwa semua pekerjaan dapat diperinci menjadi serangkaian gerakan dasar. Waktu dapat ditentukan untuk setiap gerakan dasar dengan peralatan stopwatch atau gambar-gambar gerakan untuk meciptakan suatu bank data waktu. Dengan menggunakan bank data waktu standar dapat ditetapkan bagi setiap pekerjaan yang mencakup gerakan-gerakan dasar tersebut. Jadi, pekerjaan yang akan diukur waktu standarnya diperinci menjadi unsur-unsur gerakan dasar yang waktu masing-masing gerakan telah diketahui (dipublikasikan). Waktu-waktu setiap unsur kemudian ditambahkan sehingga besarnya waktu total untuk pekerjaan tersebut dapat ditentukan. Predetermined time data didasarkan atas tiga asumsi :
1.      Bahwa waktu yang diperluakan oleh banyak individu untuk melaksanakan unsur pekerjaan yang sama akan mendekati distribusi normal.
2.      Bahwa waktu yang diperlukan untuk pelaksanaan unsur-unsur yang terpisah adalah bersifat dapat ditambahkan; ini berarti bahwa waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan secara keseluruhan merupakan hasil penambahan waktu-waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan masing-masing unsur pekerjaan yang terpisah.
3.      Bahwa analisis studi waktu mempunyai kemampuan untuk menggambarkan secara akurat prosedur untuk melakukan pekerjaan, memerinci pekerjaan menjadi unsur-unsur yang tepat, dan mengetahui mengetahui derajat kesulitan masing-masing unsur sehingga dapat menentukan waktu cadangan kelelahan secara tepat.
Prosedur yang digunakan untuk menetapkan suatu standar dari predetermined time data adalah sebagai berikut. Pertama, setiap unsur pekerjaan diperinci menjadi gerakan-gerakan dasar. Kemudian setiap gerakan dinilai derajat kesulitannya. Sebagai   contoh, meraih suatu objek dilokasi yang berbeda-beda adalah lebih sulit dan lebih memakan waktu daripada meraih suatu objek dilokasi yang tetap. Setelah waktu yang diperlukan untuk setiap gerakan dasar ditentukan dari table-tabel predetermined time waktu-waktu gerakan dasar dijumlahkan untuk memperoleh waktu normal total. Cadangan-cadangan kemudian dimasukkan untuk mendapatkan waktu standar.
Kebaikan system ini adalah, bahwa perusahaan tidak memerlukan penilaian atau penggunaan stopwatch dan juga sering lebih murah. Penilaian-penilaian atas dasar sejumlah besar observasi pada orang-orang berbeda, telah disusul dalam table-tabel.
Bagaimanapun juga, ada beberapa kelemahan penggunaan metode predetermined time. Pertama tenaga kerja disuatu lokasi tertentu belum tentu sama dengan populasi tenaga kerja darimana data yang telah ditetapkan sebelumnya diperoleh. Kedua, untuk menetapkan waktu standar, analisis harus merinci pekerjaan menjadi unsur-unsur dan mengidentifikasinya secara tepat. Analisis berbeda akan mengartikan pekerjaan secara berbeda dan mengembangkan deskripsi gerakan-gerakan dasar yang berbeda, dan sebagai konsekuensi memperoleh waktu-waktu yang berbeda. Ketiga, pada setiap unsur analis harus menilai derajat kesulitan pelaksanaanya, sehingga sering menghasilkan berbagai variai standar untuk suatu pekerjaan yang sama.
Dalam praktek banyak perusahaan menggnakan baik analisis predetermined time data maupun studi waktu stopwatch dan memperbandingkan hasil-hasilnya. Untuk merencanakan operasi-operasi, perusahan dapat menggunakan predetermined time data dan selanjutnya dengan studi waktu setelah operasi-operasi berjalan dan para karyawan telah menjadi berpengalaman. Disamping itu, ada beberapa pekerjaan yang tidak sesuai dengan kerangka system predetermined time. Sebagai contoh, pekerjaan-pekerjaan yang bersifat sangat tidak rutin. Standar-standar pekerjaan-pekerjaan ini masih harus ditetapkan dengan studi waktu.
Work Sampling
            Pengembangan work sampling merupakan suatu kemajuan utama dalam teknik-teknik penetapan berbagai standar tenaga kerja. Metod ini diperkenalkan oleh L.H.C Tippett tahun 1934 untuk meneliti kegiatan-kegiatan dala industry kapas. Work sampling terdiri atas pengambilan observasi-observasi para pekerja secara acak untuk menentukan proporsi waktu yang mereka gunakan dalam kegiatan-kegiatan tertentu. Metode ini terutama berguna untuk menganalisis kegiatan-kegiatan kelompok, kegiatan yang berulang, dan memakan waktu yang relative lama untuk menyelesaikannya, dan kegiatan yang tidak dibatasi secara kaku. Setelah data dari work sampling tersedia, dapat digunakan untuk analisis metode-metode atau analisis biaya seperti halnya untuk tujuan-tujuan penetapan standar.
            Prosedur penggunaan metode work sampling secara ringkas dapatdiperinci sebagai berikut:
1.      Memilih pekerjaan atau kelompok kegiatan yang teliti, dan menguraikan operasioperasinya secara tertulis.
2.      Memberi tahu para pekerja, dan menyiapkan daftar kegiatan-kegiatan mereka.
3.      Menentukan jumlah observasi yang diperlukan, dan menyiapkan skedul pelaksanaan observasi.
4.      Melakukan observasi, menilai dan mencatat kegiatan-kegiatan pekerja per skedul.
5.      Mencatat waktu mulai, waktu berhenti(selesai) dan jumlah unit-unit selesai yang dapat diterima selama periode tersebut.
6.      Menghitung waktu normal:
7.      Menghitung waktu standar:
ST = NT + Waktu cadangan
            Atau
                                   
            Diskusi dengan para karyawan akan sangat membantu dalam penggambaran pola aliran pekerjaan dan pengklasifikasian kegiatan-kegiatan kerja. Kerjasama ini juga dapat meningkatkan partisipasi para karyawan dalam penetapan standar-standar dan pencapaian sukses operasionalnya.
Besarnya sampel untuk work sampling. Besarnya sampel yang diperlukan untuk suatu studi work sampling ditentukan atas dasar teori statistic yang sama seperti digunakan untuk studi waktu. Ini berarti kita mencari besarnya sampel (sample size), n, yang akan akurat dalam kerangka ketetapan tertentu(missal, ±2 %) pada tingakt kepercayaan (level of confidence) yang diinginkan (missal, 95%).
            Besarnya sampel dihitung melalui penyusunan suatu persamaan dimana setengah interval ketetapan (h) sama dengan setengah kelebaran interval kepercayaan, yang merupakan deviasi standar normal, Z, dikalikan kesalahan standar dari proporsi, Sp, jadi :
            h = Z Sp
dimana Z = deviasi standar normal untuk tingkat kepercayaan yang diinginkan.
             
            Dengan p = nilai proporsi sampel
                         q  = 1 – p
                         n  = jumlah sampel
sehingga h =
            dan n =
            dalam hal ini, ada perbedaan antara perhitungan besarnya sampel untuk work sampling dan untuk studi waktu. Studi work sampling menghasilkan waktu dalam bentuk proporsi, sedangkan studi waktu menghasilkan waktu yang dapat diukur . jadi, distribusi statistik yang sesuai untuk work sampling adalah suatu distribusi proporsi(attributes), sedangkan untuk studi waktu adalah distribusi variable(mean).
2.8 Manajemen Produktivitas
            Masyarakat sering menilai keberhasilan para manajer produksi dan operasi dari produktivitas perusahaan mereka. Peningkatan produktivitas secara esensial adalah misi para manajer  produksi dan operasi. Peter Drucker menyataka, “Produktivitas adalah tes pertama kemampuan manajemen”.
            Untuk menaikkan produktivitas, para manajer, teknisi dan karyawan semua harus memproduksi lebih banyak keluaran (nilai rupiah dan/atau unit produk dan unit jasa) dari setiap unit masukan. Mereka harus memproduksi lebih banyak keluaran dari setiap jam tenaga kerja yang digunakan, dan setiap rupiah investasi modal, dari setiap unit bahan mentah dari setiap unit energi yang dikonsumsi dalam produksi. Jadi, produktivitas dapat didfinisikan sebagai hubungan antara masukan dan keluaran suatu system produktif. Dalam teori, sering mudah untuk mengukur hubungan ini sebagai rasio keluaran dibagi masukan. Bila lebih banyak keluaran diproduksi dengan jumlah masukan digunakan untuk sejumlah keluaran sama, produktivitas juga naik. Berikut ini akan dibahas lebih terperinci pengukuran produktivitas.
Pengukuran Produktivias
            Ada pepatah yang mengatakan, “bila saudara tidak dapat mengukurnya, saudaratidak dapat mengelolanya”. Ini benar terutama pada produktivitas. Tetapi, dalam praktek, salah satu masalah paling berat dalam manajemen produktivitas adalah justru pengukuran. Perusahaan-perusahaan tampaknya telah mempunyai suatu metalitas akuntansi rupiah sehingga sulit untuk mendapatkan mereka berpikir lebih dalam istilah produktivitas yang lain daripada laba, return on investment, dan rasio-rasio finansial lainnya yang benar-benar mengukur produktivitas relative investasi modal dalam pabrik, peralatan, dan persediaan.
            Bagaimanapun juga, tidak peduli dengan cara bagaimana produktifitas diukur, yang penting adalah bahwa produktifitas diukur dan dimonitor, agar manajemen dapat menentukan arahnya, naik atau turun; dapat membandingkan produktivitas organisasinya dengan para pesaing (biasanya dengan data yang disuplay oleh asosiasi) dan mengukur dampak program-program perbaikan produktivitas atau pengurangan biaya yang mereka lakukan.
            Pengukuran produktifitas dapat dapat dilakukan dengan bermacam-macam ukuran, baik pada tingkat perusahaan maupun unit-unit atau kegiatan-kegiatan individual. Beberapa contoh ukuran-ukuran produktivitas tingkat perusahaan adalah:
Sedangkan beberapa contoh ukuran-ukuran produktivitas untuk unit-unit kegiatan-kegiatan individual adalah:

            Ada tiga prinsipyang harus diikuti dalam pengukuran produktivitas pada tingkat-tingkat lebih rendah dalam perusahaan. Pertama, para manajer departemen harus diminta untuk mengembangkan ukuran-ukurannya sendiri, barangkali dengan bantuan staf. Para manajer departemen lini harus menetapkan ukuran-ukuran, karena komitmen manajerial diperlukan dan para manajer lini yang bertanggung jawab sering mengetahui yang paling baik tentang cara untuk mengukur keluaran dan masukan untuk unit-unit mereka. Kedua, bahwa rasio-rasio produktivitas sedapat mungkin harus dikaitkan dengan semua tanggung jawab pekerjaan. Dalam berbagai kasus, hal ini mungkin memerlukan rangkaian beberapa rasio produktivitas atau rasio keseluruhan tertimbang. Apapun rasio yang dirumuskan, seharusnya menyajikan suatu ukuran yang sesuai dengan pekerjaan total. Ketiga, bahwa semua pengukuran produktivitas hendaknya dihubungkan dalam suatu pola hirarki. Untuk menjaga konsistensi rasio tingkat atas dan bawah, para manajer departemen seharusnya tidak menetapkan rasionya sendiri sampai rasio yang tingkat lebih tinggi telah ditentukan. Akhirnya, tanggung jawab peningkatan produktivitas masing-masing unit perusahaan harus dihubungkan dengan tujuan-tujuan perusahaan.






                                  Pemasaran                      operasi                          personalia
                       Dept. A     Dept. B         Dept. C       Dept. D

Factor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas
            Pengukuran produktivitas hanya merupakan langkah pertama dalam peningkatan produktivitas. Langkah kedua adalah pemahaman terhadap factor-faktor yang mempengaruhi produktivitas dan memilih factor-faktor peningkatan yang sesuai dengan situasi tertentu.
            Kita tidak akan membicarakan factor-faktor ini karena hal itu dibahas secara lebih gembalang dalam bidang-bidang lain, baik dari sudut pandangan keperilakuan, ekonomi atau teknik. Tetapi beberapa factor tersebut harus disebut, yaitu mencakup kondisi fisik pekerjaan, derajat otomatisasi yang digunakan, layout, desain pekerjaan, keterampilan dan motivasi karyawan, serta pengupahan dan paket “benefit” yang disediakan.
Program-program Peningkatan Produktivitas
            Untuk mempertahankan atau meningkatkan produktivitas, banyak organisasi telah mengembangkan program-program peningkatan produktivitas. Ada beberapa hal penting pada umumnya harus diikuti perusahaan agar program peningkatan produktivitas berhasil, yaitu pengukuran produktivitas, komitmen organisasional, dan umpa balik atas hasil-hasil yang dicapai. Langkah-langkah untuk mencapainya adalah sebagai berikut:
1.      Mengembangkan ukuran-ukuran produktivitas pada seluruh tingkat organisasi.
2.      Menetapkan tujuan-tujuan peningkatan produktivitas dalam konteks ukuran-ukuran yang ditetapkan. Tujuan-tujuan produktivitas ini hendaknya realistic dan mempunyai batasan waktu.
3.      Mengembangkan rencana-rencana untuk mencapai tujuan-tujuan.
4.      Mengimplementasikan rencana.
5.      Mengukur hasil-hasil. Langkah ini akan memerlukan pengumpulan data dan penilaian kemajuan periodic dalam pencapaian tujuan yang ditetapkan pada langkah 2. Bila peningkatan produktivitas tidak tercapai, tindakan korektif akan diperlukan atau tujuan harus direvisi untuk disesuaikan dengan perubahan kondisi.
Banyak perusahaan mengimplementasikan program-program peningkatan produktivitas dengan program partisipatif yang berwujud komite-komite manajemen karyawan. Ini tidak hanya bermaksud untuk mengurangi berbagai bentuk kompetisi manajemen serikat kerja, tetapi bila manajemen mendapatkan kenaikan produktivitas, perusahaan membagi penghematan biaya dengan karyawan dalam bentuk pembayaran insentif dan “benefit” lainnya. Komite-komite ini tidak hanya melakukan bagian kegiatan-kegiatan, “collective bargaining” normal antara serikat kerja dan manajemen, tetapi juga bersangkutan dengan masalah-masalah pencarian cara-cara untuk meningkatkan produktivitas.
Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi gar program-program peningkatan produktivitas tipe partisipative ini sukses adalah sebagai berikut:
1.      Dukungan manajemen puncak. Pertama, program memerlukan keterlibatan dan kepentingan aktif manajemen.
2.      Komitmen dengan implementasi. Kedua, para anggota komite akan, pada akhirnya, harus mengimplementasikan segala sesuatu yang akan menghasilkan peningkatan produktivitas. Mereka hendaknya tidak melakukan nya sebagai anggota komite tetapi sebagai kepala departemennya sendiri atau karyawan dalam suatu departemen.
3.      Monitoring pelaksanaan peningkatan, produktivitas. Ketiga, setelah tujuan-tujuan program ditetapkan, laporan-laporan dibuat tentang apa yang dilakukan dan pembandingan-pembandingan dibuat terhadap tujuan-tujuan. Pembandingan ini harus dibuat dalam seluruh bidang sumber daya yang digunakan tenaga kerja, mein dan peralatan, energy, penggunaan bahan mentah dan penghematan-penghematan biaya.
4.      Apresiasi produktivitas. Keempat, komite-komite produktivitas membantu untuk mengembangkan suatu iklim dimana orang-orang akan menghargai masikan-masukan sumber daya dan belajar bagaimana mengurangi biaya-biaya.
5.      Organisasi komite. Akhirnya, komite produktivitas tingkat atas jangan melakukan semuanya ini oleh mereka sendiri; setiap komite harus diberi tugas untuk menetapkan rencana dan memonitori hasil-hasil.
Sedangkan metode-metode yang dapat digunakan untuk meningkatkan produktivitas dikelompokkan menjadi empat kategori umum :
1.      Perbaikan-perbaikan produk dan proses
2.      Perbaikan-perbaikan pekerjaan
3.      Metode-metode motivasi karyawan
4.      Perubahan organisasional
             
2.9 Pengelolaan Tenaga Kerja Dalam Operasi-Operasi
Tujuan utama dalam pengelolaan tenaga kerja ialah meningktkan produktifitas. Selain itu tujuan-tujuan lain yang mencakup tujuan operasi yaitu biaya,kualitas produk, keandalan dan fleksibilitas. Dalam hal ini tujuan pengelolaan tenaga kerja bukan untuk memaksimumkan “performance”, tetapi mengoptimalkan pelakasanaan pekerjaan. Hebert Simon menyebutnya dengan “satisficing”, atau mencapai perforna yang maksimal dan memuaskan.
Prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam memanajemen tenaga kerja, yaitu :
1.      Memudahkan karyawan dan pekerjaan. Prinsip ini mengandung arti bahwa orang-orang harus dipilih berdasarkan perbedaan karakteristik dan prioritas penggunaan sumber daya manusianya.
2.      Menetapkan standar-standar pelaksanaan kerja. Standarisasi pelakasanaan kerja harus ditetapkan terlebih dahulu untuk semua pekerjaan, selain itu agar para karyawan mengetahui tanggung jawab yang harus dilakukannya.
3.      Memberikan penghargaan atas prestasi kerja. Bila standarisasi telah ditetapkan, manajemen perlu memberikan penghargaan kepada karyawan yang telah mencapai ataupun melebihi standar yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Penghargaan yang bisa diberikan yaitu seperti pujian, kenaikan gaji, bonus, status, promosi dan sebagainya.
4.      Menjamin supervisi yang baik.  Tidak ada yang mendasar dari karyawan daripada supervisi yang  baik. Seorang supervisor yang baik seharusnya mempunyai keterampilan dibidang teknologi dan manajerial.
5.      Merumuskan secara jelas tanggungjawab karyawan. Bila tanggungjawab pekerjaan karyawan tidak jelas dan sering berubah-ubah, maka kualitas pekerjaan tidak bisa maksimal dan tidak sesuai dengan harapan. Selain itu bisa menyebabkan konflik antar individu karena adanya miskomunikasi antar karyawan.
Prinsip-prinsip diatas tidak menetapkan suatu prosedur untuk melakukan pengelolaan tenaga kerja, tetapi dimaksudkan untuk memberikan pedoman atau gambaran apa saja yang harus dilakukan dalam pengelolaan tenaga kerja. Dan prinsip ini bisa dikembangkan sesuai dengan kebutuhan yang ada dilapangan.
Manajemen Tenaga Kerja Jepang
            Ciri utama dalam manajemen tenaga kerja jepang yaitu adalah sistem “mempekerjakan karyawan selama seumur hidup (lifelong employment)”. Hal ini membuktikan adanya komitmen yang besar antara perusahaan dengan karyawan. Bila ada karyawan tidak produktif mereka tidak ada kenaikan gaji dari perusahaan. Begitu juga sebaliknya, manajemen perusahaan juga harus mengetahui mana saja karyawan yang harus dibantu dalam melaksanakan pekerjaannya, karena perusahaan tidak dapat seenaknya sendiri mengganti karyawan yang tidak mampu dalam melaksanakan tugas pekerjaannya tetapi manajer perusahaan juga punya kebijakan mengijinkan para karyawan perusahaannya menambah ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Sistem “mempekerjakan karyawan selama seumur hidup (lifelong employment)” mempunyai kelebihan yaitu, pertama sistem ini mejamin kontinyuitas tenaga kerja dan mendorong para karyawan menjadi lebih parsitipatif didalam melakukan perkerjaan dan sistem manajemen di perusahaan tersebut, kedua karyawan merasa lebih aman kedudukannya dan nyaman dalam melakukan pekerjaannya karena mereka mempunyai sikap lebih positif terhadap pembaharuan dan penggunaan teknologi terbaru.
Ciri utama dalam manajemen tenaga kerja jepang yaitu “gagasan pendidikan dan pelatihan yang kontinyu”. Meskipun rata-rata pendidikan para karyawan sudah tinggi, tetapi setiap karyawan yang memasuki perusahaan, mereka tetap wajib melakukan masa pendidikan dasar selama 2 (dua) bulan sampai dengan 2 (dua) tahun. Pendidikan dasar ini dilanjutkan setiap jenjang karir, baik pendidikan tambahan maupun sistem rotasi dari divisi satu ke divisi lain. Selain itu, setiap karyawan masuk didalam kelompok atau “circle” biasanya melakukan diskusi secara bersama dan yang dibahas adalah hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan-pekerjaan mereka. Kelompok-kelompok yang dijalankan oleh perusahaan ini dibentuk oleh karyawan itu sendiri, bukannya dari manajerial perusahaan tersebut. Dengan cara ini, pandangan karyawan bisa diperluas dan mereka mendapatkan ilmu dari divisi lain yang belum mereka dapat, selain itu kelompok-kelompok yang diciptakan ini bisa membantu terciptanya Integritas perusahaan.  
Ciri lain manajemen tenaga kerja adalah “cara membuat keputusan dari bawah ke atas”. Hal ini dilakukan pada saat diskusi tidak resmi tingkat manajer menengah pada waktu-waktu tertentu, bukan pada waktu jam kerja. Hal yang dibicarakan adalah fakta yang ada dilapangan serta sikap masing-masing karyawan dengan menghindari pendapat-pendapat individual. Setelah pendapat-pendapat tersebut dikumpulkan menjadi satu dan didiskusikan, munculah gagasan atau ide dari kelompok, maka gagasan atau ide inilah yang menjadi keputusan kelompok, bukannya keputusan individual.
Ciri selanjutnya yaitu, “hubungan serasi antar karyawan dan pimpinan”, contoh yang paling sederhana ialah, atasan memperhatikan karyawannya yang mempunyai masalah pribadi, tidak dibedakan antara atasan maupun bawahan, komunikasi intern didalam perusahaan sangat terbuka, baik komunikasi vertikal maupun horizontal. Ini membuat para karyawan dan atasan tidak ada bentang jarak yang terpaut jauh karena adanya perbedaan jabatan.
Cara ini bisa digunakan dalam perusahaan-perusahaan yang ada di indonesia tetapi dengan sedikit penyesuaian manajemen yang diperusahaan terrsebut.
3.0 Masalah Kompensasi
            Kompensasi merupakan pemberian pembayaran finansial untuk prestasi yang telah diraih oleh seorang karyawan dan sebagai motivasi yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawan supaya lebih giat untuk bekerja. Masalah kompensasi menjadi masalah klasik yang dihadapi oleh seorang manajer diperusahaan sedangkan pemberian kompensasi sudah ada undang-undang yang mengatu, mengapa ?, karena hal ini mencakup berberapa aspek dari segala bidang,  mulai dari faktor emosional dari sudut pandang para karyawan. Selain itu pemberian kompensasi merupakan komponen kuangan yang paling besar dan penting.
Didalam pemberian imbalan atas prestasi yang diraih oleh seorang karyawan, perusahaan  harus memperhatikan dari berberapa aspek, mulai dari aspek keadilan, perbedaan tanggung jawab, kemampuan karyawan, pengetahuan yang dimiliki oleh karyawan, beban kerja, dan produktifitas yang dilakukan oleh karyawan tersebut. Perbedaan-perbedaan inilah yang dapat menimbulkan ketidakpuasan yang diterima oleh karyawan.
Rencana-rencana Upah Insentif
Ada berberapa rencana yang dapat dilakukan manajemen dalam menciptakan rencana upah insentif yaitu :
Tipe Rencana
Metode Pembayaran yang digunakan
1.      Atas dasar waktu
Upah harian atau perjam, pengupahan langsung.
2.      Tingkat hasil kerja
Jam standar, tingkat hasil pekerjaan
3.      Pemberian bonus
Bonus 100%, Halsey plan, Rowan plan, Grant task dan bonus plan, hari kerja yang diukur.
4.      Pembayaran tidak langsung
Bonus tahunan, rencana pensiun yang diberikan oleh perusahaan, distribusi saham, pembagian laba (profit sharing), pembayaran asuransi, cuti, liburan

Rencana atas dasar waktu. Rencana ini didasarkan pada pembayaran karyawan secara langsung (per jam, harian atau mingguan) yang satuannya dihitung dari jam kerja karyawan itu sendiri. Ex: bila upah kerja karyawan itu perjamnya adalah Rp.5000,- dan karyawan tersebut bekerja selama 48 jam selama satu minggu , maka karyawan itu mendapatkan gaji sebesar 48 x Rp.5.000.- atau jumlahnya yaitu Rp.240.000 pada akhir minggu.
Atas dasar unit keluaran. Dalam hal ini, gaji karyawan akan dihitung dari prestasi kerja atau dalam hal ini adalah unit yang bisa diselesaikan. Ex: bila upah karyawan itu adalah Rp.500,- per unit barang yang dikerjakan dan karyawan tersebut bisa mengerjakan 500 unit barang yang bisa dikerjakan, maka upah yang diterima oleh karyawab tersebut sebesar 500 x Rp.500,- atau jumlahnya  Rp.25.000 perharinya.
Jam standar. Perencanaan pengupahan atas jam standar adalah perencanaan yang paling sering digunakan dalam sistem pengupahan. Setiap pekerjaan yang dilakukan, perusahaan mempunyai dasar waktu yang telah ditentukan. Jika bisa diselesaikan sebelum waktu ditentukan, maka karyawan itu mendapatkan upah yang lebih besar. Para karyawan mungkin tidak sama dalam melakukukan pekerjaannya. Pada akhir periode/akhir bulan jam total akan dikali upah yang telah ditentukan oleh perusahaan. Salah satu kelebihan utama dari jam standar yaitu, adanya kemungkinan perbedaan penghitungan perkaryawan seperti pengalaman, lama karyawan di perusahaan itu dan sebagainya.
Pembagian keuntungan atau bonus. Rencana dalam kategori ini menjamin upah dasar dan membagi kelebihan antara perusahaan dan karyawan.:
·         Halsey plan, yang menjamin upah dasar dan membagi sama besar 50-50 atau 1/3-2/3 antara perusahaan dan karyawan.
·         Rowan plan, hampir sama dengan hasley plan, tetapi ada perbedaan dalam hal pembayaran pada tingkat menurun dan mempunyai batasan atas dua kali tingkat standar.
·         Ganatt task dan bonus plan,  pada sistem ini upah karyawan sangat minimum, dengan bonus 20-50 % untuk prestasi yang telah didapatkan, tetapi rencana ini sudah jarang digunakan.
·         Hari kerja yang diukur, adalah hampir dengan rencana-rencana diatas, tetapi perbedaan utama dalam pengukuran yaitu satu sampai tiga bulan. Diposisi karyawan, rencana ini lebih menguntungkan karena pembayaran upah lebih konstan, dan berberapa pekerjaan yang jelek selama berberapa periode bisa diperbaiki.
·         Rencana-rencana upah minimun. pada sistem ini pembayaran didasarkan piece rate, yaitu penghitungan upah yang berbeda-beda.
·         Pembayaran tidak langsung. Pada sistem ini, bentuk pembayaran yang diberikan perusahaan berupa liburan ekstra, premi asuransi yang dibayar perusahaan.
3.1 Keamanan Dan Kesehatan Karyawan
Yang paling terpenting dalam manajemen operasional yaitu memperhatikan, kondisi karyawan yang lebih sehat dan aman dan manajemen bertanggung jawab atas kegiatan tersebut terutama perusahaan-perusahaan yang mempunyai tingkat kecelakaan yang tinggi.
            Dizaman modern ini, banyak perusahaan yang sudah memiliki tim paramedis (dokter, perawan dan klinik kesehatan) yang sudah memadahi untuk mengelola kesehatan karyawan. Disini manajer bidang industri bertanggung jawab atas keselamatan para karyawan, dan juga untuk menghindari kecelakaan kerja mulai sekarang banyak perusahaan yang menggunakan staf teknisi keamanan dari luar, seperti penjaminan keselamatan kerja (asuransi)
Program-program keaman dan keselamatan karywan dapat dilakukan berbagai cara, yaitu:
1.      Pertama, membuat kondisi kerja aman dengan cara membeli penggunaan mesin yang sudah dilengkapi dengan pengaman, mengatur layout pabrik yang nyaman dan aman untuk karyawan, pemeliharaan fasilitas pabrik, dan menggunakan SOP penggunaan mesin atau alat.
2.      Kedua, melakukan kegiatan-kegiatan pencegahan kecelakaan dengan mengendalikan praktek-praktek manusia yang tidak aman. Pencegahan ini dapat dilakukan dengan cara, sering melakukan simulasi dan seminar tentang keselamatan kerja.
3.      Ketiga, menciptakan lingkungan kerja yang sehat untuk menjaga kesehatan para karyawan dari gangguan-gangguan pengelihatan, pendengaran dan lain-lain. Penciptaan lingkungan kerja yang sehat, secara tidak langsung, akan mempertahankan bahkan meningkatkan produktifitas kerja.















BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Desain pekerjaan dapat didefinisaikan sebagai fungsi penetapan kegiatan-kegiatan seorang individu atau kelompok secara organisasional. Desain kerja juga merupakan sebuah pendekatan yang menetapkan tugas-tugas yang terkandung dalam suatu pekerjaan bagi  sesorang atau sebuah kelompok
Terdapat beberapa komponen desain kerja yaitu: spesialisasi pekerjaan, ekspansi pekerjaan, komponen psikologis, tim yang mandiri, motivasi dan sistem insentif, ergonomi dan metode kerja, dan tempat kerja yang visual.
Pengukuran kinerja (performance measurement) adalah suatu proses penilaian kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran yang telah di tentukan sebelumnya, termasuk informasi atas efisiensi penggunaan sumber daya dalam menghasilkan barang dan jasa kualitas barang dan jasa (seberapa baik barang dan jasa diserahkan kepada pelanggan dan sampai seberapa jauh pelanggan terpuaskan). Dalam hal ini, melakukan pengukuran juga menggunakan beberapa metode-metode di antaranya (BSC, PPS, TdB, ProMES, ABC, STM, TOC, Historikal dan Studi Waktu), dan juga menggunakan teknik-teknik dalam melakukan pengukuran kerja.
Operasi setiap perusahaan disebut efisiensi atau tidak biasanya didasarkan atas lama waktu untuk membuat suatu produk atau melaksanakan suatu pelayanan (jasa).
Pernyataan khusus tentang jumlah waktu yang harus digunakan nutuk melaksanakan kegiatan tertentu dibawah kondisi kerja normal ini sering disebut standar tenaga kerja (labor standards).
Standar pekerja ditetapkan dengan empat cara: Pengalaman masa lalu (historical experience), Studi waktu (time studies), Standar waktu yang telah ditentukan (predetermited time standards), Pengambilan sampel kerja (work sampling)



3.2  Saran
1.      Bagi para pembaca diharapkan mencari sumber-sumber yang lebih lengkap mengenai topic ini supaya pengetahuan pembaca lebih luas.
2.      Pembaca tentunya juga diharapkan mampu termotivasi dan mempraktekan apa yang dibahas di makalah ini.
3.      Bagi para penulis berikutnya yang akan mengangkat tema yang sama dianjurkan untuk mencari sumber yang lebih banyak agar makalah yang dihasilkan lebih bagus lagi.

























DAFTAR RUJUKAN

Handoko, T. Hani. 2011. Dasar-Dasar Manajemen Produksi Dan Operasi. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar