Jumat, 22 Agustus 2014

Pembelajaran Sikap


PEMBELAJARAN SIKAP



MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Belajar dan Pembelajaran
Yang dibimbing oleh Dr. H. Agung Winarno, M.M



Oleh
Nita Lily Mardiyansah
130411604493





Um1.jpg












UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN MANAJEMEN
PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN TATA NIAGA
APRIL 2014
PEMBELAJARAN SIKAP
A. PENGERTIAN SIKAP
Sikap merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran dan sangat berpengaruh terhadap hasil belajar yang akan diperoleh siswa. Setiap siswa memiliki karakteristik yang berbeda, begitu pula dengan kecenderungan sikap yangdimilikinya.
Definisi sikap menurut bebeapa ahli,
• Attitude merupakan status mental seseorang (Spencer, 1862)
• Sikap merupakan bentuk evaluasi atau reaksi perasaan (Osgood, dkk, 1928)
• Sikap merupakan respons terhadap stimuli sosial yang tlah terkondisikan (LanPierre, 1934)
• Sikap merupakan keteraturan tertentu dalam hal ersaan (afeksi), pemikiran (kognisi), danpredisposisi (konasi) seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya (Secord and Backman, 1964.
• Menurut Trow, Sikap adalah suatu kesiapan mental atau emosionnal dalam beberapa jenis tindakan pada situasi yang tepat.
• Allport, mengemukakan bahwa sikap adalah suatu kesiapan mental dan syaraf yang tersusun melalui penglam dan memberikanpengaruh langsung kepada respons individu terhadap semua objek atau situasi yang berhubungan dengan objek itu. Sikap tidak muncul seketika atau dibawa lahir, tapi disusun dan dibentuk melalui pengalamn serta memberi pengaruh langsung pada respon seseorang.
• Wayne Harlen, mengemukakan bahwa sikap merupakan kesiapan dan kecenderungan seseorang untuk bertindak dalam menghadapi suatu objek atau situasi tertentu.
• Azwar (2000 : 6) mengatakan bahwa sikap adalah evaluasi umum yang dibuat manusia terhadap dirinya sendiri, orang lain, obyek atau isue. Menurut Azwar contoh sikap peserta didik terhadap objek misalnya sikap terhadap sekolah atau terhadap mata pelajaran.Sikap peserta didik terhadap mata pelajaran harus lebih positif setelah peserta didik mengikuti pembelajaran dibanding sebelum mengikuti pembelajaran. Perubahan ini merupakan salah satu indikator keberhasilan pendidik dalam melaksanakan proses pembelajaran. Untuk itu pendidik harus membuat rencana pembelajaran termasuk pengalaman belajar peserta didik yang membuat sikap peserta didik terhadap mata pelajaran menjadi lebih positif.
Menurut ilmu psikologi sikap merupakan pola raksi individu terhadap sesuatu stimulus yang berasal dari lingkungan.Sikap (Attitude) dapat diartikan sebagai suatu kecenderungan untuk berekasi terhadap suatu hal orang atau benda dengan suka, tidak suka atau acuh tak acuh.Sikap merupakan suatu kencenderungan untuk bertindak secara suka atau tidak suka terhadap suatu objek. Sikap dapat dibentuk melalui cara mengamati dan menirukan sesuatu yang positif, kemudian melalui penguatan serta menerima informasi verbal.
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan, sikap adalah kecenderungan untuk bertindak berkenaan dengan objek tertentu .sikap bukan tindakan nyata (overtbehavior) melainkan masih bersifat tertutup (covertbehavior).Dari semua pengertian yang di ungkapan di atas dapat diambil sebuah pengertian tentang sikap, yaitu sikap adalah penilaian seseorang terhadap suatu obyek, situasi, konsep, orang lain maupun dirinya sendiri akibat hasil dari proses belajar maupun pengalaman di lapangan yang menyatakan rasa suka (respon positif) dan rasa tidak suka (respon negatif). Sikap merupakan salah satu tipe karakteristik afektif yang sangat menentukan keberhasilan seseorang dalam proses pembelajaran.
B. KOMPONEN SIKAP
Menurut Walgito, “Sikap mengandung tiga komponen: kognitif (konseptual), afektif (emosional), konatif (perilaku atau action component)
1) Komponen kognitif merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap, komponen kognitif berisi kepercayaan stereotipe yang dimiliki individu mengenai sesuatu dapat disamakan penanganan (opini) terutama apabila menyangkut masalah isu atau problem yang kontroversial.
2) Komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional.Aspek emosional inilah yang biasanya berakar paling dalam sebagai komponen sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin adalah mengubah sikap seseorang komponen afektif disamakan dengan perasaan yang dimiliki seseorang terhadap sesuatu.
3) Komponen konatif merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang. Dan berisi tendensi atau kecenderungan untuk bertindak / bereaksi terhadap sesuatu dengan cara-cara tertentu.Dan berkaitan dengan objek yang dihadapinya adalah logis untuk mengharapkan bahwa sikap seseorang adalah dicerminkan dalam bentuk tendensi perilaku.
C. TINGKATAN SIKAP
Menurut Azwar (2005) sikap terdiri dari berbagai tingkatan yakni:
1. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).
2. Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi sikap karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan. Lepas pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti orang itu menerima ide tersebut.
3. Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga, misalnya seorang mengajak ibu yang lain (tetangga, saudaranya, dsb) untuk menimbang anaknya ke posyandu atau mendiskusikan tentang gizi adalah suatu bukti bahwa si ibu telah mempunyai sikap positif terhadap gizi anak.
4. Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko adalah mempunyai sikap yang paling tinggi. Misalnya seorang ibu mau menjadi akseptor KB, meskipun mendapatkan tantangan dari mertua atau orang tuanya sendiri.
D. TINGKATAN RANAH AFEKTIF
Menurut Krathwohl (1961) bila ditelusuri hampir semua tujuan kognitif mempunyai komponen afektif. Dalam pembelajaran sains, misalnya, di dalamnya ada komponen sikap ilmiah.Sikap ilmiah adalah komponen afektif. Tingkatan ranah afektif menurut taksonomi Krathwohl ada lima, yaitu: receiving (attending), responding, valuing, organization, dan characterization.
1. Tingkat receiving
Pada tingkat receiving atau attending, peserta didik memiliki keinginan memperhatikan suatu fenomena khusus atau stimulus, misalnya kelas, kegiatan, musik, buku, dan sebagainya. Tugas pendidik mengarahkan perhatian peserta didik pada fenomena yang menjadi objek pembelajaran afektif.Misalnya pendidik mengarahkan peserta didik agar senang membaca buku, senang bekerjasama, dan sebagainya. Kesenangan ini akan menjadi kebiasaan, dan hal ini yang diharapkan, yaitu kebiasaan yang positif.
2. Tingkat responding
Responding merupakan partisipasi aktif peserta didik, yaitu sebagai bagian dari perilakunya. Pada tingkat ini peserta didik tidak saja memperhatikan fenomena khusus tetapi ia juga bereaksi. Hasil pembelajaran pada ranah ini menekankan pada pemerolehan respons, berkeinginan memberi respons, atau kepuasan dalam memberi respons.Tingkat yang tinggi pada kategori ini adalah minat, yaitu hal-hal yang menekankan pada pencarian hasil dan kesenangan pada aktivitas khusus.Misalnya senang membaca buku, senang bertanya, senang membantu teman, senang dengan kebersihan dan kerapian, dan sebagainya.
3. Tingkat valuing
Valuing melibatkan penentuan nilai, keyakinan atau sikap yang menunjukkan derajat internalisasi dan komitmen. Derajat rentangannya mulai dari menerima suatu nilai, misalnya keinginan untuk meningkatkan keterampilan, sampai pada tingkat komitmen.Valuing atau penilaian berbasis pada internalisasi dari seperangkat nilai yang spesifik.Hasil belajar pada tingkat ini berhubungan dengan perilaku yang konsisten dan stabil agar nilai dikenal secara jelas.Dalam tujuan pembelajaran, penilaian ini diklasifikasikan sebagai sikap dan apresiasi.
4. Tingkat organization
Pada tingkat organization, nilai satu dengan nilai lain dikaitkan, konflik antar nilai diselesaikan, dan mulai membangun sistem nilai internal yang konsisten. Hasil pembelajaran pada tingkat ini berupa konseptualisasi nilai atau organisasi sistem nilai.Misalnya pengembangan filsafat hidup.
5. Tingkat characterization
Tingkat ranah afektif tertinggi adalah characterization nilai. Pada tingkat ini peserta didik memiliki sistem nilai yang mengendalikan perilaku sampai pada waktu tertentu hingga terbentuk gaya hidup. Hasil pembelajaran pada tingkat ini berkaitan dengan pribadi, emosi, dan sosial.
E. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SIKAP
Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap:
1. Pengalaman Pribadi
Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu, sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional.
2. Pengaruh orang lain yang dianggap penting
Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggap penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut.
3. Pengaruh Kebudayaan
Tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan garis pengarah sikap kita terhadap berbagai masalah.Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota masyarakatnya, karena kebudayaanlah yang memberi corak pengalaman individu-individu masyarakat asuhannya.
4. Media Massa
Dalam pemberitaan surat kabar mauoun radio atau media komunikasi lainnya, berita yang seharusnya faktual disampaikan secara obyekstif cenderung dipengaruhi oleh sikap penulisnya, akibatnya berpengaruh terhadap sikap konsumennya.
5. Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama
Konsep moral dan ajaran dari lembaga pendidikan dan lembaga agama sangat menentukan sistem kepercayaan tidaklah mengherankan jika kalau pada gilirannya konsep tersebut mempengaruhi sikap.
6. Faktor Emosional
Kadang kala, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. (Azwar, 2005:30-38).
F. CARA PENGUKURAN SIKAP
Pengukuran dan pemahaman terhadap sikap, idealnya harus mencakup lima dimensi sikap yaitu arah, intensitas, keluasan, konsistensi, dan spontanitas. Untuk melakukan pengukuran kelima dimensi sikap tersebut sangatlah sulit karena belum ada instrumen pengukuran sikap yang dapat mengungkap kelima dimensi tersebut. Dari sekian banyak skala pengukuran sikap yang digunakan dalam pengukuran sikap hanya dapat mengungkapkan dimensi arah dan intensitas sikap saja, yaitu hanya menunjukkan kecenderungan sikap positif atau negatif dan memberikan tafsiran mengenai derajat kesetujuan atau ketidaksetujuan terhadap respon individu (Azwar, 2005:85-87)
Untuk mengukur sikap siswa dapat dilakukan dengan beberapa metode seperti observasi perilaku, penanyaan langsung, pengungkapan langsung, dan menggunakan skala sikap.
Observasi perilaku dilakukan dengan cara mengamati perilaku seseorang yang sifatnya konsisten (berulang). Dari perilaku yang berulang-ulang tersebut, dapat disimpulkan bagaimana sikap seseorang terhadap sesuatu.
Pengukuran sikap dengan penanyaan langsung dilakukan dengan cara menanyakan langsung terhadap orang yang bersangkutan. Hal ini dilakukan dari asumsi bahwa individu yang paling tahu tentang dirinya sendiri.Dengan demikian dengan melakukan penanyaan langsung terhadap seseorang dapat diketahui tentang sikapnya terhadap sesuatu.Prosedur pengungkapan langsung dilakukan dengan aitem tunggal sangat sederhana.Responden diminta menjawab langsung suatu pertanyaan sikap tertulis dengan memberi tanda setujua atau tidak setuju. Penyajian dan pemberian responnya dilakukan secara tertulis memungkinkan individu untuk menyatakan sikap secara jujur bila tidak perlu menuliskan nama dan identitasnya.
Metode yang terakhir yaitu menggunakan skala sikap. Metode ini dianggap sebagai metode yang paling andal jika dibanding dengan metode yang lain. Skala sikap berupa kumpulan pernyataan-pernyataan mengenai suatu objek sikap.Dari respon subjek pada setiap pernyataan itu kemudian dapat disimpulkan mengenai arah dan intensitas sikap seseorang.Selain itu dengan skala sikap dapat juga diungkapkan mengenai keluasan serta konsistensi sikap seseorang (Azwar, 2005:87-93).Dalam penelitian ini digunakan metode pengukuran dengan skala sikap dan observasi perilaku selama pembelajaran berlangsung.Dari hasil pengukuran sikap ini dapat dilihat bagaimana sikap siswa terhadap matematika, sehingga dapat dilihat peningkatan sikap positif siswa terhadap matematika setelah penerapan problem-based learning.
G. BELAJAR
Belajar adalah suatu perubuhan tingkah laku yang relative tetap yang terjadi sebagai hasil latihan atau pengalaman.
I. Sikap belajar
Sikap belajar adalah kecenderungan perilaku seseorang tatkala mempelajari hal-hal yang bersifat akademik (Djaali, 2008). Sikap belajar adalah perasaan senang atau tidak senang, perasaan setuju atau tidak setuju, perasaan suka atau tidak suka terhadap guru, tujuan, materi dan tugas-tugas serta lainnya.(Nasution, 1978).
Sikap belajar dapat diartikan sebagai kecenderungan perilaku ketika ia mempelajari hal-hal yang bersifat akademik.
Perubahan sikap dapat diamati dalam proses pembelajaran, tujuan yang ingin dicapai, keteguhan, dan konsistensi terhadap sesuatu. Penilaian sikap adalah penilaian yang dilakukan untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap mata pelajaran, kondisi pembelajaran, pendidik, dan sebagainya.
Menurut Fishbein dan Ajzen (1975) sikap adalah suatu predisposisi yang dipelajari untuk merespon secara positif atau negatif terhadap suatu objek, situasi, konsep, atau orang.Sikap peserta didik terhadap objek misalnya sikap terhadap sekolah atau terhadap mata pelajaran.Sikap peserta didik ini penting untuk ditingkatkan (Popham, 1999).Sikap peserta didik terhadap mata pelajaran, misalnya bahasa Inggris, harus lebih positif setelah peserta didik mengikuti pembelajaran bahasa Inggris dibanding sebelum mengikuti pembelajaran. Perubahan ini merupakan salah satu indikator keberhasilan pendidik dalam melaksanakan proses pembelajaran. Untuk itu pendidik harus membuat rencana pembelajaran termasuk pengalaman belajar peserta didik yang membuat sikap peserta didik terhadap mata pelajaran menjadi lebih positif.
H. KONSEP SIKAP BELAJAR
Konsep sikap belajar menurut Brown dan Holtzman dibagi menjadi 2 komponen:
1. Teacher Approval (TA) : berhubungan dengan pandangan siswa terhadap guru, tingkah laku mereka di kelas, dan cara mengajar.
2. Education Acceptance (AE) : terdiri atas penerimaan dan penolakan siswa terhadap tujuan yang akan dicapai, materi yang disajikan, prakik, tugas, dan persyaratan yang ditetapkan d sekolah.
Sikap belajar sangat bergantung pada guru sebagai pemimpin dalam proses belajar mengajar. Sikap belajar bukan sekedar sikap yang ditunjukan pada guuru, tapi juga kepada tujuan yag akan dicapai, materi pelajaran, tugas, dll.
Sikap belajar siswa berwujud senang atau tidak senang, setuju atau tidak setuju, suka atau tidak suka terhadap hal-hal tersebut. Sikap belajar akam mempengaruh proses dan hasil dari belajarnya. Yang menimbulkan rasa sengan akan menimbulkan rasa ingin mengulang (law effect)
I. WUJUD SIKAP BELAJAR
Kecenderungan mereaksi atau sikap seseorang terhadap sesuatu hal, orang atau benda dapat diklasifikasikan menjadi sikap menerima (suka), menolak (tidak suka), dan sikap acuh tak acuh (tidak peduli).
Nasution mengklasifikasikan wujud sikap belajar menjadi beberapa klasiikasi, antara lainsebagai berikut :
• Perasaan senang atau tidak senang
• Perasaan setuju atau tidak seetuju
• Perasaan suka atau tidak suka
Ketiga wujud sikap belajar ini ditujukan terhadap guru, tujuan, materi, dan tugas-tugas serta segala hal yang berkaitan dengan proses belajar.
Perwujudan atau terjadinya sikap seseorang dapat oleh beberapa faktor, yaitu: pengetahuan, kebiasaan, dan keyakinan ,karena itu untuk membetuk/membangkitkan sikap positif dan menghilangkan sikap negatif dapat dilakukan dengan cara menginformasikan manfaat/kegunaannya, membiasakan, dan memberi keyakinan pada hal tersebut.
J. FUNGSI SIKAP BELAJAR
Ada sesuatu yang melatarbelakangi mengapa siswa mengambil sikap. Hal ini berkaitan erat dengan fungsi sikap, sebagai berikut:
1) Sikap sebagai instrumen atau alat untuk mencapai tujuan (instrumental function).
Seseorang mengambil sikap tertentu terhadap objek atas dasar pemikiran sampai sejauh mana objek sikap tersebut dapat digunakan sebagai alat atau instrumen untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai. Kalau objek itu mendukung dalam pencapaian tujuan, maka orang akanmempunyai sikap yang positif terhadap objek yang bersangkutan, demikian pula sebaliknya. Fungsi ini juga sering disebut sebagai fungsi penyesuaian (adjustment), karena dengan mengambil sikap tertentu seseorang akan dapat menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungannya.
2) Sikap sebagai pertahanan ego
Kadang-kadang orang mengambil sikap tertentu terhadap sesuatu objek karena untuk mempertahankan ego atau akunya. Apabila seseorang merasa egonya terancam maka ia akan mengambil sikap tertentu terhadap objek demi pertahanan egonya. Misalnya orang tua mengambil sikap begitu keras (walaupun sikap itu sebetulnya tidak benar), hal tersebut mungkin karena dengan sikap keadaan ego atau aku-nya dapat dipertahankan.
3) Sikap sebagai ekspresi nilai
Yang dimaksud ialah bahwa sikap seseorang menunjukkan bagaimana nila-nilai pada orang tua. Sikap yang diambil oleh seseorang mencerminkan sistem nilai yang ada pada diri orang tersebut.
4) Sikap sebagai fungsi pengetahuan
Ini berarti bahwa bagaimana sikap seseorang terhadap sesuatu objek akan mencerminkan keadaan pengetahuan dari orang tersebut. Apabila pengetahuan seseorang mengenai sesuatu belum konsisten maka hal itu akan berpengaruh pada sikap orang itu terhadap objek tersebut.
Siswa mempunyai sikap positif terhadap suatu objek yang bernilai dalam pandangannya, dan ia akan bersikap negatif terhadap objek yang dianggapnya tidak bernilai dan atau juga merugikan. Sikap ini kemudian mendasari dan mendorong ke arah sejumlah perbuatan yang satu sama lainnya berhubungan. Hal yang menjadi objek sikap dapat bermacam-macam.Sekalipun demikian, orang hanya dapat mempunyai sikap terhadap hal-hal yang diketahuinya.Jadi harus ada sekedar informasi pada seseorang untuk dapat bersikap terhadap suatu objek.Informasi merupakan kondisi pertama untuk suatu sikap. Dari informasi yang didapatkan itu akan menimbulkan berbagai macam perasaan positif atau negatif terhadap suatu objek.
K. PERAN SIKAP BELAJAR
Sikap belajar mempengaruhi intensitas seseorang dalam belajar. Bila sikap belajar positif, maka kegiatan intensitas belajar yang lebih tinggi. Bila sikap belajar negatif, maka akan terjadi hal yang sebaliknya. Sikap belajar yang positif dapat disamakan dengan minat, minat akan memperlancar proses belajar siswa. Karena belajar akan terjadi secara optimal dalam diri siswa apabila ia memiliki minat untuk mempelajari sesuatu. Siswa yang sikap belajarnya positif akan belajar dengan aktif.
Cara mengembangkan sikap belajar positif:
1. Bangkitkan kebutuhan untuk menghargai keindahan, untuk mendapat penghargaan dan sebaganya.
2. Hubungkan dengan pengalaman lampau.
3. Beri kesempatan untuk mendapatkan hasil yang baik.
4. Gunakan berbagai metode mengajar seperti diskusi , kerja kelompok, membaca, demonstrasi, dll.
Sikap merupakan faktor internal psikologis yang sangat berperan dan akan mempengaruhi proses belajar. Seseorang akan mau dan tekun dalam belajar atau tidak sangat tergantung pada sikap peserta didik. Dalam hal ini sikap yang akan menunjang belajar seseorang adalah sikap positif (menerima/suka)terhadap bahan/mata pelajaran yang akan dipelajari, terhadap guru, yang mengajar, dan terhadap lingkungan belajar (kondisi kelas, teman-teman, sarana dan prasaana belajar, dan sebagainya).
Dalam proses belajar sikap berfungsi sebagai “Dynamic force” maksudnya sebagai kekuatan yang akan menggerakkan seseorang untuk belajar. Jadi siswa yang sikapnya negatif (menolak/tidak senang) terhadap materi atau guru tidak akan tergerak untuk belajar, sedangkan siswa yang memiliki sikap positif (menerima/suka) akan digerakkan oleh sikapnya yang positif itu untuk mau belajar.










DAFTAR PUSTAKA
Sabri, Alisuf. 1996. Psikologi Pendidikan. Jakarta: CV Pendoman Ilmu Jaya
Singer, Kurt 1987. Membina Hasrat Belajar Di Sekolah (Terjemahan). Bandung: CV Remadja Karya


Tidak ada komentar:

Posting Komentar