TEORI BELAJAR MENURUT BERBAGAI KONSEP/PANDANGAN
MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas
matakuliah Belajar dan
Pembelajaran
Yang dibimbing olehDr. H. Agung Winarno, M.M
Oleh
Nita
Lily Mardiyansah
130411604493
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN MANAJEMEN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TATA
NIAGA
FEBRUARI
2014
TEORI
BELAJAR MENURUT BERBAGAI KONSEP/PANDANGAN
Teori belajar dapat dikembangkan kedalam teori
perkembangan peserta didik, salah satunya perkembangan moral siswa. Perkembangan
Moral adalah perkembangan yang berkaitan dengan aturan dan konvensi mengenai
apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan orang lain
(Santrock,1995). Anak-anak ketika dilahirkan tidak memiliki moral
(immoral).Tetapi dalam dirinya terdapat potensi moral yang siap untuk
dikembangkan.Karena itu, melalui pengalamanya berinteraksi dengan orang lain,
anak belajar memahami tentang perilaku mana yang baik, yang boleh dikerjakan
dan tingkah laku mana yang buruk, yang tidak boleh dikerjakan.
A.
Mengenai
Teori Belajar Kognitif
Teori ini membahas munculnya dan diperolehnya schemata(skema bagaimana seseorang mempersiapkan lingkunganya)
dalam tahapan-tahapan perkembangan pada saat seseorang memperoleh cara baru
dalam merepresentasikan informasi secara mental. Menurut teori kognitif,
belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman.Belajar tidak selalu berbentuk
perubahan tingkah laku yang bisa diamati.Asumsi dasar teori ini adalah setiap
orang telah mempunyai pengalaman dan pengetahuan dalam dirinya.Pengalaman dan
pengetahuan ini tertata dalam bentuk struktur kognitif.Teori ini lebih
menekankan pada proses belajar daripada hasil belajar.
Teori Belajar Menurut Beberapa Pakar
1.
Jean
Piaget
Proses belajar sebenarnya terjadi dari tiga tahapan yaitu sebagai
berikut :
a.
Proses
asimilasi adalah proses menyatukan (pengintegrasian) informasi baru ke struktur
kognitif yang sudah ada dalam benak siswa.
b.
Proses
akomodasi adalah penyesuaian struktur kognitif kedalam situasi yang baru
c.
Proses
ekulibrasi adalah penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi
Jean Piaget berpendapat
bahwa proses belajar harus disesuaikan dengan tahapan perkembangan kognitif
yang dilalui siswa, tahapan ini dibagi menjadi empat tahapan :
a.
Tahap
Sensori Motor
Pada tahap sensori motor (0-2 tahun), seorang anak belajar mengembangkan
dan mengatur kegiatan fisik dan mental menjadi rangkaian perbuatan yang
bermakna.
b.
Tahap
Pra-operasioanal
Pada tahap pra-operasional (2-7 tahun), seorang anak masih sangat
dipengaruhi oleh hal-hal khusus yang didapat dari pengalaman menggunakan indera
sehingga ia belum mampu untik melihat hubungan-hubungan dan menyimpulkan
sesuatu secara konsisten
c.
Tahap
Operasional Konkret
Pada tahap operasional konkret (7-11 tahun), seorang anak dapat membuat
kesimpulan dari sesuatu pada situasi nyata atau dengan menggunakan benda
konkret, dan mampu mempertimbangkan dua aspek dari situasi nyata secara
bersama-sama
d.
Tahap
Operasional Formal
Pada
tahap operasional formal (11 tahun ke atas), kegiatan kognitif seseorang tidak
selalu menggunakan benda nyata.Kemampuan menalar secara abstrak meningkat
sehingga seseorang mampu untuk berfikir secara deduktif.Pada tahap ini pula,
seseorang mampu mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu situasi secara
bersama-sama.
Dapat disimpulkan bahwa
asimilasi adalah suatu proses tempat informasi atau pengalaman yang baru
menyatukan diri kedalam kerangka kognitif yang ada, sedangkan akomodasi adalah
suatu proses perubahan atau pengembangan kerangka kognitif yang ada agar sesuai
dengan pengalaman baru yang dialaminya.
Kesimpulan mendasar dari hasil pengamatan Piaget
adalah bahwa dapat diambil terdapat pola-pola yang konsisten pada perilaku anak
yang bergerak dari satu tahap ke tahap berikutnya. Pola-pola perubahan ini
terkait secara langsung dengan tingkat usia anak.
2.
Kohlberg
Tujuan pendidikan moral adalah untuk mendorong individu guna mencapai
tahap-tahap perkembangan moral selanjutnya. Dalam keadaan ini maka guru tidak
segera menyajikan materi pelajaran pada siswa, akan tetapi secara terus menerus
harus dapat mendorong perkembangan berfikir dan perubahan perilaku menuju
perkembangan yang lebih tinggi. Kohlberg mencoba merevisi dan memperluas teori
perkembangan moral yang dikemukanan oleh Piaget.Kohlberg tetap menggunakan
pendekatan dasar Piaget yaitu menghadapkankan anak-anak dengan serangkaian
cerita yang memuat dilema moral. Namun demikian, cerita-cerita atau situasi
yang dikembangkan Kohlberg lebih kompleks dari cerita yang digunakan Piaget
Kohlberg mengemukakan enam tahap perkembangan moral, yaitu:
Pre-Conventional Level
Tahap 1 : The Punishment of Obedience Orientation ( Orientasi pada
Hukuman dan
Kepatuhan)
Tahap 2 : The Instrumental Relativist Orientation
Conventional Level
Tahap 3 : The Interpersonal Concordance of “Good
Boy-Nice Girl” Orientation
(Orieantasi “Anak Manis”)
Tahap 4 : The Law and Order Orientation (Orientasi pada perintah dan
hukum)
Pas-Conventional, Autonomous, Or Principled Level
Tahap 5 : The Social Contract Legalistic Orientation (Oriantasi Kontrak
Sosial
Legalistik)
Tahap 6 : The Universal Ethical Principle Orientation
3.
Bruner
Bruner mengusulkan teori yang disebut Free Discovery Learning (Uno, 2008:12). Menurut teori ini, proses
belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan
kepada siswa untuk menemukan suatu aturan melalui contoh yang menggambarkan
aturan yang menjadi sumbernya.
Selain itu, Bruner mengemukakan perlu adanya teori pembelajaran yang
menjelaskan asas-asas untuk merancang pembelajaran yang efektif dikelas.
Menurut pandangan Bruner (Uno,2008:13), teori belajar bersifat deskriptif,
sedangkan teori pembelajaran bersifat preskriptif.
Menurut Bruner perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga
tahap yang ditentukan oleh caranya melihat lingkungan, yaitu sebagai berikut:
a.
Tahap
Enaktif
b.
Tahap
Ikonik
c.
Tahap
Simbolik
B.
Mengenai
Teori Belajar Psikologi Sosial
Menurut Erik H. Erikson mengenai tahap perkembangan Psikososial ada
delapan tahap perkembangan, yaitu:
1.
Trust
vs Mistrust (Percaya vs tidak dapat dipercaya)
2.
Autonomyvs shame & doubt(Otonomi vs
malu & ragu-ragu)
3.
Initiative vs Guilt(Inisiatif vs Rasa
Bersalah)
4.
Industry vs Inferiority(Tekun vs Rendah
Diri)
5.
Identity vs Role Confusion(Identitas vs
Kebingungan Peran)
6.
Intimacy vs Isolation(Keintiman vs
Keterkucilan)
7.
Generatifity vs Stagnan(Bangkit vs
Stagnan)
8.
Integrity vs Despair(Integritas vs Putus
Asa)
C.
Implementasi
Perpaduan dalam Pembelajaran
Beberapa teori atau pandangan yang dikemukakan sebelumnya memberikan
inspirasi tentang pentingnya pemahaman guru terhadap perkembangan dan
eksistensi siswa, pemilihan bahan pembelajaran, penentuan strategi pembelajaran
dalam upaya mewujudkan prestasi pembelajaran yang optimal.
1.
Pemahaman
Peserta Didik
Pemahaman peserta didik merupakan faktor yang sangat penting dalam
pelaksanaan pendidikan dan pembelajaran.Pemahaman potensi peserta didik
merupakan kerangka dasar bagi pemahaman peserta didik secara keseluruhan.Kekeliruan
pandangan terhadap eksistensi mereka seringkali menimbulkan dampak yang serius
bagi anak.
Sebagaimana dikemukakan sebelumnya pemahaman peserta didik mencakup
memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip perkembangan peserta
didik; memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip kepribadian,
dan mengidentifikasi bekal ajar awal peserta didik.
Berkenaan dengan prinsip-prinsip perkembangan kognitif, guru perlu
memahami periode perkembangan kognitif anak.Jean Piaget mengemukakan empat
periode perkembangan periode kognitif anak, yaitu:
a.
Periode
Sensorimotorik
Bayi mengembangkan dan mengkoordinasikan sejumlah besar ragam
keterampilan, namun perkembangan skema verbal dan kognitif sangan miskin dan
tidak terkoordinasikan.Pembentukan konsep pada periode ini terbatas pada objek
permanen, yaitu objek yang tampak dalam batas pengamatan anak.Perilaku objektif
secara perlahan-lahan berangsur bergerakkearah kegiatan yang bertujuan.
b.
Periode
Operasi Awal
Skema yang berkembang pada masa ini belum merupakan skema stabil. Anak
belum banyak belajar menimbang sesuatu berdasarkan persepsi orang lain. Oleh
sebab itu kecakapan yang berkembang pada periode ini masih bersifat egosentrik.
Artinya, apa yang ia lakukan merupakan cara yag paling benar dan seolah-olah
tidak ada alternatif lain disamping itu anak masih sangat mudah dibingungkan
oleh keragaman objek. Kemampuan anak membedakan objek akan sangat tergantung
pada ciri-ciri fisik permanen yang teramati
c.
Periode
Operasi Kongkrit
Perkembangan skema pada periode ini lebih berupa skema kognitif,
terutama yang berkaitan dengan keterampilan berfikir dan pemecahan
masalah.Periode operasi kongkrit tidak hanya memungkinkan anak memecahkan
masalah khusus, tapi juga belajar untuk mempelajari keterampilan dan kecakapan
berpikir logis yang membantu mereka memaknai pengamalan.
d.
Periode
Operasi Formal
Ciri utama dari perode operasi formal ini adalah perkembangan kecakapan
berpikir simbolik dan pemahaman isi secara bermakna tanpa bergantung pada
keberadaan objek fisik, atau bahkan pada imajinasi masalalu akan objek sejenis.
Asrori (2003:6) mengemukakan bahwa perkembangan bagai karakteristik
individu tanpa dalam aspek-aspek yang ada pada setiap diri individu yang
meliputi perbedaan karakteristik individual:
1.
Aspek
fisik
2.
Aspek
intelek
3.
Aspek
emosi
4.
Aspek
sosial
5.
Aspek
bahasa
6.
Aspek
bakat
7.
Aspek
nilai, moral, dan sikap
Setiap aspek diatas
menunjukkan karakteristik individual yang berbeda sehingga tiap individu
sebagai kesatuan jasmani dan rohani mewujudkan dirinya secara utuh dalam
keunikannya. Dalam keadaan ini, maka harus dapat memahami keunikan tersebut
sehingga akan membantu memudahkan guru untuk memilih pendekatan yang sesuai
dalam mendorong perkembangan peserta didik secara optimal.
2.
Mengaktualisasi
Potensi Siswa
Upaya pengembangan peserta didik agar mampu mengaktualisasikan
potensi-potensi yang dimilikinya merupakan tangung jawab seluruh guru.Dalam
praktek pelaksanaan pendidikan disekolah masih seringkali terdapat persepsi
yang memishakan tanggung jawab guru dalam batas-batas pengembangan potensi
tertentu dari peserta didik.
Kelas menjadi sentral dari upaya-upaya pengembangan peserta didik secara
komprehensif. Karena itu proses pembelajaran dikelas harus benar-benar
dirancang sebaik mungkin untuk memungkinkan perkembangan potensi-potensi siswa
secara optimal.oleh sebab itu kompetensi pedagogis, khusunya berkenaan dengan
upaya mengaktualisasikan bergabagi potensi yang dimiliki anak ini harus
benar-benar mendapat perhatian yang serius dari semua guru.
3.
Pemilihan
Bahan Pembelajaran
Untuk terwujudnya iklim dan proses pembelajaran yang kondusif perlu
didukung oleh berbagai faktor, baik berkenaan dengan kemampuan guru, misalnya
didalam memilih bahan ajar, sarana, dan fasilitas pendukung serta yang tidak
kalah pentingnya kesiapan dan motivasi siswa untuk belajar dan mencapai hasil
belajar yang optimal.
Dalam pemilihan bahan ajar ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan,
antara lain:
a.
Prinsip
Relevansi
Artinya pembelajaran haarus relevan atau ada kaitan dengan pencapaian standart
kompetensi dan kompetensi dasar.
b.
Prinsip
Konsistensi
Artinya keajegan.
c.
Prinsip
Kecukupan
Artinya materi yang diajarkan hendaknya memadai dalam membantu siswa
mengusai kompetensi dasar yang diajarkan.
Metode pembelajaran yang baik harus didukung oleh berbagai faktor
penunjang seperti perhatian serta dukungan orang tua, keadaan lingkungan, serta
kesehatan yang baik dan gizi anak yang cukup.
DAFTAR RUJUKAN
Thobroni Muhammad & Arif Mustofa. 2012. Belajar & Pembelajaran.
Jogjakarta:Ar-Ruzz Media.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar