Jumat, 22 Agustus 2014

Teori Belajar


TEORI BELAJAR MENURUT BERBAGAI KONSEP/PANDANGAN

MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Belajar dan Pembelajaran
Yang dibimbing olehDr. H. Agung Winarno, M.M



Oleh
Nita Lily Mardiyansah
130411604493












UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN MANAJEMEN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TATA NIAGA
FEBRUARI 2014
TEORI BELAJAR MENURUT BERBAGAI KONSEP/PANDANGAN

Teori belajar dapat dikembangkan kedalam teori perkembangan peserta didik, salah satunya perkembangan moral siswa. Perkembangan Moral adalah perkembangan yang berkaitan dengan aturan dan konvensi mengenai apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan orang lain (Santrock,1995). Anak-anak ketika dilahirkan tidak memiliki moral (immoral).Tetapi dalam dirinya terdapat potensi moral yang siap untuk dikembangkan.Karena itu, melalui pengalamanya berinteraksi dengan orang lain, anak belajar memahami tentang perilaku mana yang baik, yang boleh dikerjakan dan tingkah laku mana yang buruk, yang tidak boleh dikerjakan.
A.    Mengenai Teori Belajar Kognitif
Teori ini membahas munculnya dan diperolehnya schemata(skema bagaimana seseorang mempersiapkan lingkunganya) dalam tahapan-tahapan perkembangan pada saat seseorang memperoleh cara baru dalam merepresentasikan informasi secara mental. Menurut teori kognitif, belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman.Belajar tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati.Asumsi dasar teori ini adalah setiap orang telah mempunyai pengalaman dan pengetahuan dalam dirinya.Pengalaman dan pengetahuan ini tertata dalam bentuk struktur kognitif.Teori ini lebih menekankan pada proses belajar daripada hasil belajar.
Teori Belajar Menurut Beberapa Pakar
1.      Jean Piaget
Proses belajar sebenarnya terjadi dari tiga tahapan yaitu sebagai berikut :
a.       Proses asimilasi adalah proses menyatukan (pengintegrasian) informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada dalam benak siswa.
b.      Proses akomodasi adalah penyesuaian struktur kognitif kedalam situasi yang baru
c.       Proses ekulibrasi adalah penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi
Jean Piaget berpendapat bahwa proses belajar harus disesuaikan dengan tahapan perkembangan kognitif yang dilalui siswa, tahapan ini dibagi menjadi empat tahapan :
a.       Tahap Sensori Motor
Pada tahap sensori motor (0-2 tahun), seorang anak belajar mengembangkan dan mengatur kegiatan fisik dan mental menjadi rangkaian perbuatan yang bermakna.
b.      Tahap Pra-operasioanal
Pada tahap pra-operasional (2-7 tahun), seorang anak masih sangat dipengaruhi oleh hal-hal khusus yang didapat dari pengalaman menggunakan indera sehingga ia belum mampu untik melihat hubungan-hubungan dan menyimpulkan sesuatu secara konsisten
c.       Tahap Operasional Konkret
Pada tahap operasional konkret (7-11 tahun), seorang anak dapat membuat kesimpulan dari sesuatu pada situasi nyata atau dengan menggunakan benda konkret, dan mampu mempertimbangkan dua aspek dari situasi nyata secara bersama-sama
d.      Tahap Operasional Formal
Pada tahap operasional formal (11 tahun ke atas), kegiatan kognitif seseorang tidak selalu menggunakan benda nyata.Kemampuan menalar secara abstrak meningkat sehingga seseorang mampu untuk berfikir secara deduktif.Pada tahap ini pula, seseorang mampu mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu situasi secara bersama-sama.
Dapat disimpulkan bahwa asimilasi adalah suatu proses tempat informasi atau pengalaman yang baru menyatukan diri kedalam kerangka kognitif yang ada, sedangkan akomodasi adalah suatu proses perubahan atau pengembangan kerangka kognitif yang ada agar sesuai dengan pengalaman baru yang dialaminya.
Kesimpulan mendasar dari hasil pengamatan Piaget adalah bahwa dapat diambil terdapat pola-pola yang konsisten pada perilaku anak yang bergerak dari satu tahap ke tahap berikutnya. Pola-pola perubahan ini terkait secara langsung dengan tingkat usia anak.
2.      Kohlberg
Tujuan pendidikan moral adalah untuk mendorong individu guna mencapai tahap-tahap perkembangan moral selanjutnya. Dalam keadaan ini maka guru tidak segera menyajikan materi pelajaran pada siswa, akan tetapi secara terus menerus harus dapat mendorong perkembangan berfikir dan perubahan perilaku menuju perkembangan yang lebih tinggi. Kohlberg mencoba merevisi dan memperluas teori perkembangan moral yang dikemukanan oleh Piaget.Kohlberg tetap menggunakan pendekatan dasar Piaget yaitu menghadapkankan anak-anak dengan serangkaian cerita yang memuat dilema moral. Namun demikian, cerita-cerita atau situasi yang dikembangkan Kohlberg lebih kompleks dari cerita yang digunakan Piaget
Kohlberg mengemukakan enam tahap perkembangan moral, yaitu:
Pre-Conventional Level
Tahap 1 : The Punishment of Obedience Orientation ( Orientasi pada Hukuman dan
Kepatuhan)
Tahap 2 : The Instrumental Relativist Orientation
Conventional Level
Tahap 3 : The Interpersonal Concordance of “Good Boy-Nice Girl” Orientation
 (Orieantasi “Anak Manis”)
Tahap 4 : The Law and Order Orientation (Orientasi pada perintah dan hukum)
Pas-Conventional, Autonomous, Or Principled Level
Tahap 5 : The Social Contract Legalistic Orientation (Oriantasi Kontrak Sosial
                 Legalistik)
Tahap 6 : The Universal Ethical Principle Orientation
3.      Bruner
Bruner mengusulkan teori yang disebut Free Discovery Learning (Uno, 2008:12). Menurut teori ini, proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu aturan melalui contoh yang menggambarkan aturan yang menjadi sumbernya.
Selain itu, Bruner mengemukakan perlu adanya teori pembelajaran yang menjelaskan asas-asas untuk merancang pembelajaran yang efektif dikelas. Menurut pandangan Bruner (Uno,2008:13), teori belajar bersifat deskriptif, sedangkan teori pembelajaran bersifat preskriptif.
Menurut Bruner perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan oleh caranya melihat lingkungan, yaitu sebagai berikut:
a.       Tahap Enaktif
b.      Tahap Ikonik
c.       Tahap Simbolik
B.     Mengenai Teori Belajar Psikologi Sosial
Menurut Erik H. Erikson mengenai tahap perkembangan Psikososial ada delapan tahap perkembangan, yaitu:
1.      Trust vs Mistrust (Percaya vs tidak dapat dipercaya)
2.      Autonomyvs shame & doubt(Otonomi vs malu & ragu-ragu)
3.      Initiative vs Guilt(Inisiatif vs Rasa Bersalah)
4.      Industry vs Inferiority(Tekun vs Rendah Diri)
5.      Identity vs Role Confusion(Identitas vs Kebingungan Peran) 
6.      Intimacy vs Isolation(Keintiman vs Keterkucilan)
7.      Generatifity vs Stagnan(Bangkit vs Stagnan)
8.      Integrity vs Despair(Integritas vs Putus Asa)
C.     Implementasi Perpaduan dalam Pembelajaran
Beberapa teori atau pandangan yang dikemukakan sebelumnya memberikan inspirasi tentang pentingnya pemahaman guru terhadap perkembangan dan eksistensi siswa, pemilihan bahan pembelajaran, penentuan strategi pembelajaran dalam upaya mewujudkan prestasi pembelajaran yang optimal.
1.      Pemahaman Peserta Didik
Pemahaman peserta didik merupakan faktor yang sangat penting dalam pelaksanaan pendidikan dan pembelajaran.Pemahaman potensi peserta didik merupakan kerangka dasar bagi pemahaman peserta didik secara keseluruhan.Kekeliruan pandangan terhadap eksistensi mereka seringkali menimbulkan dampak yang serius bagi anak.
Sebagaimana dikemukakan sebelumnya pemahaman peserta didik mencakup memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip perkembangan peserta didik; memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip kepribadian, dan mengidentifikasi bekal ajar awal peserta didik.
Berkenaan dengan prinsip-prinsip perkembangan kognitif, guru perlu memahami periode perkembangan kognitif anak.Jean Piaget mengemukakan empat periode perkembangan periode kognitif anak, yaitu:
a.       Periode Sensorimotorik
Bayi mengembangkan dan mengkoordinasikan sejumlah besar ragam keterampilan, namun perkembangan skema verbal dan kognitif sangan miskin dan tidak terkoordinasikan.Pembentukan konsep pada periode ini terbatas pada objek permanen, yaitu objek yang tampak dalam batas pengamatan anak.Perilaku objektif secara perlahan-lahan berangsur bergerakkearah kegiatan yang bertujuan.
b.      Periode Operasi Awal
Skema yang berkembang pada masa ini belum merupakan skema stabil. Anak belum banyak belajar menimbang sesuatu berdasarkan persepsi orang lain. Oleh sebab itu kecakapan yang berkembang pada periode ini masih bersifat egosentrik. Artinya, apa yang ia lakukan merupakan cara yag paling benar dan seolah-olah tidak ada alternatif lain disamping itu anak masih sangat mudah dibingungkan oleh keragaman objek. Kemampuan anak membedakan objek akan sangat tergantung pada ciri-ciri fisik permanen yang teramati
c.       Periode Operasi Kongkrit
Perkembangan skema pada periode ini lebih berupa skema kognitif, terutama yang berkaitan dengan keterampilan berfikir dan pemecahan masalah.Periode operasi kongkrit tidak hanya memungkinkan anak memecahkan masalah khusus, tapi juga belajar untuk mempelajari keterampilan dan kecakapan berpikir logis yang membantu mereka memaknai pengamalan.
d.      Periode Operasi Formal
Ciri utama dari perode operasi formal ini adalah perkembangan kecakapan berpikir simbolik dan pemahaman isi secara bermakna tanpa bergantung pada keberadaan objek fisik, atau bahkan pada imajinasi masalalu akan objek sejenis.
Asrori (2003:6) mengemukakan bahwa perkembangan bagai karakteristik individu tanpa dalam aspek-aspek yang ada pada setiap diri individu yang meliputi perbedaan karakteristik individual:
1.      Aspek fisik
2.      Aspek intelek
3.      Aspek emosi
4.      Aspek sosial
5.      Aspek bahasa
6.      Aspek bakat
7.      Aspek nilai, moral, dan sikap
Setiap aspek diatas menunjukkan karakteristik individual yang berbeda sehingga tiap individu sebagai kesatuan jasmani dan rohani mewujudkan dirinya secara utuh dalam keunikannya. Dalam keadaan ini, maka harus dapat memahami keunikan tersebut sehingga akan membantu memudahkan guru untuk memilih pendekatan yang sesuai dalam mendorong perkembangan peserta didik secara optimal.
2.      Mengaktualisasi Potensi Siswa
Upaya pengembangan peserta didik agar mampu mengaktualisasikan potensi-potensi yang dimilikinya merupakan tangung jawab seluruh guru.Dalam praktek pelaksanaan pendidikan disekolah masih seringkali terdapat persepsi yang memishakan tanggung jawab guru dalam batas-batas pengembangan potensi tertentu dari peserta didik.
Kelas menjadi sentral dari upaya-upaya pengembangan peserta didik secara komprehensif. Karena itu proses pembelajaran dikelas harus benar-benar dirancang sebaik mungkin untuk memungkinkan perkembangan potensi-potensi siswa secara optimal.oleh sebab itu kompetensi pedagogis, khusunya berkenaan dengan upaya mengaktualisasikan bergabagi potensi yang dimiliki anak ini harus benar-benar mendapat perhatian yang serius dari semua guru.
3.      Pemilihan Bahan Pembelajaran
Untuk terwujudnya iklim dan proses pembelajaran yang kondusif perlu didukung oleh berbagai faktor, baik berkenaan dengan kemampuan guru, misalnya didalam memilih bahan ajar, sarana, dan fasilitas pendukung serta yang tidak kalah pentingnya kesiapan dan motivasi siswa untuk belajar dan mencapai hasil belajar yang optimal.
Dalam pemilihan bahan ajar ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan, antara lain:
a.       Prinsip Relevansi
Artinya pembelajaran haarus relevan atau ada kaitan dengan pencapaian standart kompetensi dan kompetensi dasar.
b.      Prinsip Konsistensi
Artinya keajegan.
c.       Prinsip Kecukupan
Artinya materi yang diajarkan hendaknya memadai dalam membantu siswa mengusai kompetensi dasar yang diajarkan.
Metode pembelajaran yang baik harus didukung oleh berbagai faktor penunjang seperti perhatian serta dukungan orang tua, keadaan lingkungan, serta kesehatan yang baik dan gizi anak yang cukup.



DAFTAR RUJUKAN

Desmita. 2012. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Thobroni Muhammad & Arif Mustofa. 2012. Belajar & Pembelajaran. Jogjakarta:Ar-Ruzz Media.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar